TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengumumkan rencana pengunduran dirinya pada Jumat (7/7/2023) malam.
Mark Rutte dan kabinetnya mengundurkan diri karena perbedaan dan perdebatan aturan migrasi yang tidak dapat didamaikan dalam koalisi empat partai yang dia pimpin.
"Itulah mengapa saya akan segera menawarkan pengunduran diri seluruh kabinet kepada Raja secara tertulis," kata Mark Rutte kepada wartawan di Den Haag pada Jumat (7/7/2023) malam.
"Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang kebijakan migrasi," lanjutnya, dikutip dari Sky News.
"Dan hari ini, sayangnya, kita harus menarik kesimpulan bahwa perbedaan itu tidak dapat didamaikan," tambahnya.
Mark Rutte dan kabinetnya akan tetap menjabat sementara, hingga koalisi baru dipilih.
Baca juga: Mark Rutte: Saya Mohon Maaf Kepada Bangsa Indonesia Atas Nama Pemerintah Belanda
Mark Rutte adalah Perdana Menteri Belanda terlama.
Ia merupakan pemimpin Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) yang telah berkuasa sejak 2010.
Penyebab Mark Rutte Mengundurkan Diri
Baca juga: Belanda akan Kembalikan 478 Harta Indonesia dan Sri Lanka yang Dicuri saat Masa Penjajahan
Seperti yang dijelaskan secara singkat di atas, Mark Rutte mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Belanda karena perpecahan koalisi tentang aturan migrasi.
Pemerintah koalisinya saat ini, yang keempat yang dipimpinnya, mulai menjabat pada Januari 2022 setelah negosiasi koalisi terpanjang dalam sejarah politik Belanda.
Partai VVD yang dipimpin Mark Rutte dan Partai Seruan Demokrat Kristen (CDA) mendukung langkah yang lebih keras terhadap kebijakan migrasi.
Namun, partai Demokrat kiri-tengah 66 (D66) dan partai Persatuan Kristen (ChristenUnie) tidak setuju.
Partai D66 dan Partai ChristenUnie telah membuat gagasan untuk menciptakan dua kelas suaka, yaitu suaka sementara bagi orang yang melarikan diri dari konflik dan suaka permanen bagi orang yang melarikan diri dari penganiayaan.