TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Pertahanan AS (Pentagon), Colin Kahl, mengungkapkan kekecewaannya dengan hasil serangan balasan Ukraina.
Colin Kahl mengatakan, keputusan AS untuk memasok bom cluster sebagian dipengaruhi oleh hasil serangan balasan.
Ia berbicara setelah Pentagon mengumumkan rencana pengiriman bom cluster dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Jumat (7/7/2023).
"Keputusan ini dipengaruhi oleh urgensi saat ini," kata Colin Kahl.
“Kami ingin memastikan bahwa Ukraina memiliki artileri yang cukup untuk menjaga mereka dalam pertempuran dalam konteks serangan balasan saat ini, dan karena keadaan berjalan sedikit lebih lambat dari yang diharapkan,” katanya, dikutip dari RT.
Di sisi lain, Colin Kahl mengakui kemajuan Rusia, sehingga Ukraina harus mendapat amunisi yang dapat melemahkan musuh.
"Rusia lebih berhasil menggali lebih dalam, mungkin lebih dari yang dihargai," katanya, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: AS Nekat akan Kirim Bom Cluster ke Ukraina, Joe Biden: Kyiv Kehabisan Amunisi
Ukraina Membuat Kemajuan di Medan Perang
Pasukan Ukraina telah maju lebih dari satu kilometer (0,62 mil) dalam 24 jam terakhir di dekat Bakhmut.
Juru bicara militer Ukraina, Serhiy Cherevatyi, mengatakan pasukannya mengambil posisi inisiatif di sana.
“Pasukan pertahanan terus mengambil inisiatif di sana, menekan musuh, melakukan operasi penyerangan, bergerak maju di sepanjang sisi utara dan selatan,” katanya.
Ukraina Hentikan Evakuasi di Lviv
Baca juga: Amerika akan Kirim Bom Cluster untuk Ukraina, Apa Itu dan Mengapa Begitu Kontroversial?
Ukraina telah menghentikan operasi penyelamatan di Kota Lviv.
Rusia sebelumnya meluncurkan rudal dari Laut Hitam ke Donetsk.
Tiga tudal menghantam bangunan di Kota Lviv dan tujuh rudal berhasil ditangkis dengan sistem pertahanan udara Ukraina.
Serangan rudal pada hari Kamis (6/7/2023) digambarkan sebagai serangan perang terbesar terhadap infrastruktur sipil di Lviv, yang jauh dari garis depan.
Turki Dukung Ukraina Gabung NATO
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan Ukraina pantas mendapatkan keanggotaan NATO.
“Tidak ada keraguan bahwa Ukraina layak menjadi anggota NATO,” kata Erdogan pada konferensi pers bersama dengan presiden Ukraina di Istanbul pada Sabtu (8/7/2023) pagi.
“Perdamaian yang adil tidak akan membuat pecundang,” kata pemimpin Turki itu kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dikutip dari Al Jazeera.
Presiden Zelensky berterima kasih kepada Erdogan atas dukungannya, yang datang menjelang KTT penting NATO yang akan dimulai Selasa (11/7/2023) di Vilnius, Lituania.
“Saya berterima kasih atas dukungan integritas dan kedaulatan teritorial Ukraina. Formula perdamaian. Perlindungan negara kami, rakyat kami, dan kepentingan kami,” tulis pemimpin Ukraina itu dalam tweet terkait pembicaraannya dengan Erdogan.
9.000 Warga Sipil Tewas di Hari 500 Invasi Rusia
Baca juga: Rencanakan Kudeta Berdarah, AS Pimpin NATO Gunakan Ukraina sebagai Boneka Lawan Rusia
Hari ini, Sabtu (8/7/2023) adalah hari ke-500 sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis laporan yang menyebutkan lebih dari 9.000 warga sipil Ukraina, termasuk lebih dari 500 anak-anak, dipastikan tewas sejak awal invasi Rusia.
Namun, PBB mengatakan angka yang sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
"Kami menyesalkan biaya sipil yang menghebohkan dari perang di Ukraina" dan dapat mengkonfirmasi bahwa 9.000 warga sipil telah tewas sejauh ini dalam konflik tersebut," kata Misi Pemantau Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina (HRMMU), Jumat (7/7/2023), dikutip dari The Guardian.
Wagner Belum Kunjungi Kamp di Belarus
Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, mengatakan tidak ada seorang pun tentara Wagner yang telah mengunjungi kamp di Belarus.
"Belum ada seorang pun dari kelompok tentara bayaran Wagner Rusia yang mengunjungi kamp militer bekas yang ditawarkan," kata Lukashenko, Jumat (7/7/2023), dikutip dari Reuters.
Kamp tersebut didirikan di Belarusia untuk tentara swasta Wagner setelah mencapai kesepakatan damai antara Wagner dan Kremlin, menyusul pemberontakan Wagner yang dihentikan.
Selain itu, bos Wagner Yevgeny Prigozhin juga masih berada di Rusia, di mana ia dilaporkan akan pindah ke Belarus setelah kesepakatan damai itu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)