TRIBUNNEWS.COM - Asteroid besar seukuran gedung pencakar langit mengorbit dekat Bumi, lapor temuan para Astronom seperti dikutip dari Live Science.
Asteroid sepanjang 180 meter itu terdeteksi berkat Algoritme baru bernama HelioLinc3D yang dirancang untuk melacak batuan luar angkasa besar dan berbahaya (PHA).
Batuan luar angkasa itu memiliki nama resmi 2022 SF298.
2022 SF298 merupakan salah satu dari sekitar 2.300 objek yang digolongkan dapat menyebabkan kerusakan luas di Bumi, jika terjadi tabrakan langsung.
"Asteroid itu mendekati Bumi pada September 2022, ketika ia terbang dalam jarak sekitar 4,5 juta mil (7,2 juta kilometer) dari planet kita," menurut NASA.
Namun para astronom di seluruh dunia saat itu gagal mendeteksi asteroid dalam data teleskop karena batu besar itu dikaburkan oleh cahaya bintang Bima Sakti.
Baca juga: BRIN Bantah Asteroid Sebesar 2 Kali GBK akan Tabrak Bumi pada 22 Oktober 2022
Sekarang, para peneliti akhirnya mengungkapkan keberadaan batu luar angkasa itu sambil menguji algoritme baru yang dibuat khusus untuk mendeteksi asteroid besar dari potongan data kecil.
Asteroid Tersembunyi hingga Sulit Dideteksi
Deteksi PHA yang terlalu tersembunyi untuk dikenali oleh metode tradisional merupakan pembenaran besar untuk algoritme.
Untuk mendeteksi asteroid, para ilmuwan menguji algoritme pada data arsip dari survei Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System (ATLAS) di Hawaii.
Mereka mengambil setidaknya empat gambar dari titik langit yang sama setiap malam.
Pencarian menggunakan algoritma menangkap sesuatu yang dilewatkan ATLAS: asteroid besar, terlihat dalam tiga gambar langit terpisah yang diambil pada 19 September 2022, dan tiga malam berikutnya, lapor Verve Times.
Baca juga: NASA Berhasil Ubah Lintasan Asteroid Dimorphos: Siap Hadapi Apapun yang akan Jatuh ke Bumi
ATLAS mengharuskan sebuah objek muncul dalam empat gambar terpisah yang diambil dalam satu malam sebelum objek tersebut dapat dianggap sebagai asteroid.
Karena 2022 SF289 tidak memenuhi kriteria itu, dunia tidak pernah tahu kedekatannya dengan planet kita.
"Dari HelioLinc3D ke kode yang dibantu AI, penemuan dekade berikutnya akan menjadi kisah kemajuan dalam algoritme sebanyak teleskop baru yang besar," kata Direktur Institute for Data Intensive Research di Astrofisika dan Kosmologi di University of Washington dan tim ilmwuan algoritma baru, Mario Jurić.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)