TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rangkaian pelaksanaan Sidang Umum AIPA atau ASEAN Inter-Parliamentary Assembly 2023 diselenggarakan pada 5-11 Agustus 2023 di Jakarta.
Tahun ini DPR RI mendapat mandat menjabat keketuaan AIPA dengan visi “Responsive Parliament for a Stable and Prosperous ASEAN”.
Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menegaskan bahwa Responsive, Stable, dan Prosper, menjadi tiga kata kunci keketuaan AIPA tahun ini.
Dengan mengusung semangat tersebut, AIPA mendorong agar ASEAN dapat lebih lentur dan adaptif dalam menyikapi dinamika yang terjadi di kawasan.
“Penyelenggaraan AIPA ke-44 ini merupakan salah satu wujud peran aktif DPR RI dalam menjalankan peran diplomasi parlemen. Peran Indonesia sebagai natural leaders di kawasan Asia Tenggara, akan memberikan dorongan kekuatan strategis bagi ASEAN dalam menghadapi tantangan global dan regional yang terus berkembang," kata Fadli, dikutip Minggu (6/8/2023).
“Saat ini setiap kawasan, tak terkecuali ASEAN, dihadapkan pada fenomena shifting paradigm, bergesernya pandangan terutama dari para pemimpin negara-negara di dunia dalam menilai lingkungan strategis global dan regional," imbuh Fadli.
Fadli mengatakan, khususnya di ASEAN, tantangan yang dihadapi ASEAN menjadi lebih tidak mudah.
Di satu sisi setiap negara anggota memiliki probolem domestik yang harus diatasi.
Di sisi lain, ada tantangan eksternal yang secara potensial dan aktual pasti mempengaruhi dinamika kawasan Asia Tenggara.
"Seperti konflik Laut China Selatan, persaingan AS-China, konflik di Selat Taiwan, konflik di Semenanjung Korea, perang Rusia-Ukraina, perubahan iklim, krisis keuangan global; serta krisis energi dan pangan," ujar Fadli.
Atas persoalan di atas, sebagai tuan rumah dalam sidang AIPA ke-44 ini, DPR RI mendorong enam poin strategis sebagai bagian dari resolusi AIPA ke-44.
Pertama, DPR mengusulkan resolusi mengenai upaya memelihara stabilitas, keamanan, dan perdamaian kawasan.
Isu ini sangat penting untuk diangkat mengingat tingginya daya tarik ASEAN dalam percaturan geopolitik global.
Pada saat yang sama, kondisi tersebut tentu mendatangkan ancaman bagi stabilitas dan keamanan ASEAN.
Kedua, resolusi soal upaya menciptakan perdamaian berkelanjutan di Myanmar.
"Seperti kita ketahui, telah terjadi konflik politik di Myanmar setidaknya sejak Junta Militer mengambil alih pemerintahan. Konflik ini telah menewaskan lebih dari 6000 warga sipil dan berbagai kekerasan yang masuk kategori pelanggaran HAM. Karena itu, kita ingin mendorong parlemen melakukan terobosan bagi penyelesaian konflik di Myanmar," ucap Fadli.
Ketiga, DPR RI mengusulkan resolusi mengenai transisi hijau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan rendah karbon.
Dalam hal ini, DPR RI ingin mendorong agar transisi hijau dapat diintegrasikan ke dalam agenda pembangunan masing-masing negara.
Keempat, DPR RI juga mengusulkan satu draf resolusi yang berkaitan dengan pekerjaan dan keterampilan hijau.
"Kita melihat bahwa aspek penyiapan sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam upaya menuju transisi hijau masih belum maksimal. Melalui resolusi ini, kita ingin mendorong gerakan masif dari parlemen dalam upaya menyiapkan tenaga kerja hijau," ujarnya.
Baca juga: Junta Myanmar Umumkan Pemotongan Hukuman Penjara Aung San Suu Kyi
Kelima, dalam aspek kepemudaan, DPR RI mengusulkan resolusi mengenai penguatan keterlibatan generasi muda dalam pembangunan inklusif, transformasi ekonomi dan partisipasi demokratis.
Parlemen di setiap negara anggota, didorong agar memberikan dukungan penuh bagi pelibatan generasi muda sebagai motor pembangunan dan demokrasi.
Dan keenam, DPR RI mengusulkan resolusi mengenai peningkatan ketahanan ASEAN melalui kepemimpinan perempuan dan parlemen responsive gender.
Sidang Umum ke-44 AIPA dihadiri oleh 9 Parlemen dari seluruh negara-negara anggota AIPA–kecuali Myanmar, yakni: Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Selain kesembilan parlemen negara anggota tersebut, akan hadir pula 18 dari 20 Negara Peninjau (observer).
Selain perwakilan parlemen dari negara-negara tersebut, DPR RI juga mengundang berbagai institusi internasional dan stakeholder internasional, seperti ASEAN, Inter-Parliamentary Union (IPU), Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Freeland Foundation, International Conservation Caucus Foundation (ICCF), Parliamentary Center of Asia (PC Asia), Food and Agriculture Organization (FAO), dan UN Women.