TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ekuador, Guillermo Lasso, mengumumkan masa berkabung nasional selama tiga hari buntut tewasnya capres Fernando Villavicencio saat berkampanye di utara ibu kota Ekuador, Quito, yang terjadi pada Rabu (9/8/2023) malam waktu setempat.
Dikutip dari media Ekuador, El Universeo, Lasso juga mengumumkan masa darurat nasional selama 60 hari dan memerintahkan Angkatan Bersenjata Ekuador untuk melakukan mobilisasi di seluruh wilayah.
Hal ini disampaikan Lasso dalam siaran nasional pada Kamis (10/8/2023).
Lasso menegaskan, bahwa penembakan terhadap Villavicencio adalah kejahatan politik.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pemilihan Umum Nasional (CNE), Diana Atamaint turut, mengumumkan bahwa pemilihan umum akan tetap digelar sesuai jadwal yang telah ditetapkan, yaitu 20 Agustus 2023.
Atamaint juga mengungkapkan, bahwa Angkatan Bersenjata serta Kepolisian Nasional Ekuador akan menambah pasukan untuk keamanan di seluruh daerah pemilihan.
Baca juga: Sebelum Dibunuh, Capres Ekuador Fernando Villavicencio Ajukan Penyelidikan Korupsi Pejabat
Dalam pernyataannya, Lasso menjelaskan penembakan terhadap Villavicencio terjadi pada Rabu malam sekira pukul 18.15 waktu setempat.
Baku tembak pun terjadi antara pelaku dan polisi yang tengah mengamankan Villavicencio.
Lasso mengonfirmasi, bahwa beberapa orang mengalami luka dan pelaku tewas saat dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Dirinya juga melaporkan ada enam orang yang melemparkan granat dan tidak meledak saat pelarian usai penembakan terhadap Villavicencio.
"Investigasi masih berlanjut dan kami akan menerpakan semua ketegasan hukum, sehingga mereka yang bertanggung jawab akan menerima hukuman maksimal," kata Lasso.
Lasso juga menyebut, penembakan terhadap Villavicencio adalah kejahatan politik dan dilakukan oleh kelompok teroris.
"Kita tidak meragukan bahwa pembunuhan bertujuan untuk menyabotase proses pemilihan. Ini bukan sebuah kebetulan bahwa tindakan tercela ini terjadi beberapa hari setelah putaran pemilihan presiden pertama," katanya.
Terima Ancaman Pembunuhan dari Kartel Narkoba sebelum Tewas
Sebelumnya, berdasarkan laporan Associated Prees (AP), Villavicencio mengaku telah memperoleh ancaman pembunuhan dari bebagai pihak termasuk pimpinan kartel narkoba asal Meksiko, Sinaloa yang telah masuk ke Ekuador.
Villavicencio pun mengungkapkan, kampanye yang telah dilakukannya adalah wujud ketidaktakutannya terhadap pihak-pihak yang mengancam untuk membunuhnya.
"Ini, saya memperlihatkan muka saya. Saya tidak takut kepada mereka semua," katanya dengan menyebut salah satu pimpinan organisasi kriminal, Jose Adolfo Macias alias Fito.
Baca juga: Detik-detik Capres Ekuador Fernando Villavicencio Tewas Dibunuh, Ditembak Mati usai Kampanye
Sementara, penasihat kampanye Villavicencio, Patricio Zuquilanda, mengatakan sebelum tewas ditembak, kliennya tersebut telah menerima setidaknya tiga ancaman pembunuhan.
Zuquilanda pun mengungkapka,n telah melaporkan pihak-pihak yang mengancam Villavicencio ke pihak berwenang.
Alhasil, kepolisian pun melakukan satu operasi penahanan.
Di sisi lain, hingga kini, belum diketahui dalang di balik penembakan yang menewaskan Villavicencio tersebut meski pelaku telah tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Profil Fernando Villavicencio
Dikutip dari dw.com, Fernando Villavicencio (59) merupakan mantan anggota serikat pekerja di perusahaan minyak milik negara, Petroecuador dan setelah itu bekerja sebagai jurnalis usai mengecam dugaan kerugian kontrak minya hingga jutaan dolar.
Kemudian, ia terpilih menjadi anggota dewan Ekuador pada tahun 2017 hingga masa jabatannya selesai pada bulan Mei 2023.
Baca juga: Sosok Fernando Villavicencio, Capres Ekuador yang Ditembak Mati, Sempat Diancam Geng Narkoba
Villavicencio merupakan salah satu orang yang kritis menentang korupsi khususnya selama kepemimpinan Presiden Rafael Correa pada tahun 2007-2017.
Salah satu anggota tim kampanye Villavicencio mengungkapkan selama berkampanye, ia mendapat ancaman pembunuhan setiap minggu.
Sehingga ketika berpergian, Villavicencio harus dijaga oleh polisi.
Villavicencio pun meninggalkan seorang istri dan lima anaknya usai tewas ditembak.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)