TRIBUNNEWS.COM - Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, mengatakan tujuan utama Rusia di Ukraina telah tercapai.
“Sampai hari ini, tujuan operasi militer khusus telah tercapai,” kata Alexander Lukashenko kepada jurnalis Ukraina, Diana Panchenko, selama wawancara dua jam yang diposting di YouTube, Kamis (17/8/2023).
Presiden Belarusia itu mengatakan, Ukraina akan melemah dan tidak agresif terhadap Rusia.
“Ukraina tidak akan pernah begitu agresif terhadap Rusia setelah perang ini berakhir, seperti sebelumnya. Ukraina akan berbeda. Orang yang berkuasa (di sana) akan lebih berhati-hati, pintar, lebih licik jika Anda mau,” kata Alexander Lukashenko.
Komentarnya muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan Diana Panchenko, apakah Presiden Rusia Vladimir Putin pernah mengungkapkan kondisi di mana Moskow akan menganggap operasi tersebut telah mencapai tujuannya.
“Kami tidak pernah membahas topik itu dalam semangat itu, tetapi saya dapat memberi tahu Anda apa posisi saya,” jawab Alexander Lukashenko, seperti diberitakan RT.
Baca juga: 2 Kapal Patroli Rusia Gagalkan Serangan Drone Laut Ukraina di Laut Hitam
Belarus adalah bagian dari Negara Kesatuan dengan Rusia.
Sekutu utama Rusia itu telah mendapat sanksi dari AS dan sekutunya atas perang Ukraina.
Pasukan Belarusia tidak ambil bagian dalam perang, namun pasukan Rusia telah menggunakan wilayah negara itu untuk penempatan awal mereka di dekat Ukraina.
Dalam pidatonya di awal Juni 2023, Presiden Alexander Lukashenko mencatat ketegangan Rusia-Ukraina tidak dimulai pada 24 Februari 2022, atau bahkan dengan kudeta Maydan yang didukung AS tahun 2014 di Ukraina.
Ia justru mengatakan ketegangan dimulai saat "Revolusi Oranye", revolusi sistem politik di Ukraina pada tahun 2004.
Baca juga: Angkatan Udara Ukraina Realistis, Harapan Dapat F-16 dari AS Pupus: Amerika Ribet dan Kelamaan
Revolusi Oranye Ukraina
Presiden Belarusia berpendapat, ketegangan Rusia-Ukraina terjadi setelah Revolusi Oranye di Ukraina pada tahun 2004.
Capres Viktor Yanukovych yang pro-Rusia bersaing dengan Viktor Yushchenko yang pro-Barat dan ingin Ukraina bergabung dengan NATO.
Pemilu itu dimenangkan oleh Viktor Yanukovych dengan 2 kali putaran, yang memicu protes dari masyarakat Ukraina karena isu kecurangan.
Pemilu ulang dilakukan pada Desember 2004 dan dimenangkan oleh Viktor Yushchenko.
Namun pada tahun 2010, oposisinya, Viktor Yanukovych berhasil memenangkan pemilu presiden Ukraina dan menolak upaya bergabungnya Ukraina ke NATO, seperti dijelaskan Wilson Center Organisation.
Baca juga: FOTO-FOTO Rusia Pamer Lapis Baja Rongsok Punya Barat di Forum Teknis Militer Internasional Army 2023
“Semuanya mengarah ke ini. Mungkin satu-satunya kesalahan yang kami buat adalah kami tidak menyelesaikan masalah ini pada 2014-2015, ketika Ukraina tidak memiliki tentara atau penyelesaian,” katanya.
Sebaliknya, Rusia memilih jalur diplomasi dengan Perjanjian Minsk yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis.
Mantan pemimpin kedua negara, mantan Kanselir Jerman Angela Merkel dan mantan Presiden Prancis Francois Hollande, mengakui pada musim gugur yang lalu, peta jalan perdamaian yang diklaim adalah taktik untuk mengulur waktu Ukraina untuk membangun Angkatan Bersenjata Ukraina.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)