TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah 40 orang tewas dalam serangan drone di pasar terbuka di Khartoum, Sudan, pada Minggu (10/9/2023).
Selain itu, setidaknya 70 orang terluka dalam serangan di lingkungan Mayo di Khartoum, sebuah distrik besar di kota yang sebagian besar dihuni oleh RSF.
Serangan itu terjadi saat militer dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter bertempur untuk menguasai Sudan.
Para korban dirawat di Rumah Sakit Universitas Bashair, menurut komite perlawanan dan dua petugas kesehatan.
Banyak dari para korban memerlukan amputasi.
Tim penyelamat dan tenaga kesehatan mengunggah rekaman di media sosial yang menunjukkan mayat-mayat dibungkus kain putih di halaman terbuka rumah sakit, seperti diberitakan Al Jazeera.
Baca juga: Borisa Simanic Kehilangan Ginjalnya usai Disikut Pemain Sudan Selatan di FIBA World Cup 2023
Kelompok bantuan medis Doctors Without Borders (MSF), yang mengelola Rumah Sakit Universitas Bashair di Khartoum selatan, mengatakan di media sosial X (dulu Twitter), pasar Gorro diserang pada pukul 7.00 waktu setempat.
Dikatakan 60 orang terluka dan 35 orang tewas, jumlah korban jiwa terus meningkat sejak pernyataan itu diunggah.
Tidak jelas apakah semua korban adalah warga sipil.
Penduduk di daerah Khartoum cenderung menjadi pekerja harian yang, karena terputus dari pekerjaan, menjadi terlalu miskin untuk menanggung biaya untuk melarikan diri dari ibu kota, seperti diberitakan ABC Net.
Baca juga: Konflik Sudan: Ditemukan Kuburan Massal dengan 87 Jenazah di Darfur Barat, PBB Serukan Penyelidikan
Dalam pernyataannya, RSF menuduh tentara Sudan melakukan serangan tersebut, serta serangan lainnya.
Tentara Sudan menolak bertanggung jawab dan menyalahkan RSF.
“Kami hanya mengarahkan serangan kami pada kelompok dan pos musuh di wilayah berbeda,” kata Brigadir Jenderal Nabil Abdallah kepada Reuters.
Meskipun RSF telah menyebar ke wilayah pemukiman di seluruh ibu kota Khartoum dan negara tetangga Bahri dan Omdurman, tentara Sudan telah menggunakan keunggulan artileri berat dan serangan udara untuk mencoba memukul mundur mereka, yang mengakibatkan ratusan korban sipil.
Penembakan tanpa pandang bulu dan serangan udara oleh kedua faksi telah menjadi hal biasa dalam perang di Sudan, yang telah menjadikan wilayah Khartoum menjadi medan pertempuran.
Perang Saudara di Sudan
Baca juga: Ratusan Anak di Sudan Mati Kelaparan Akibat Konflik Militer
Ketegangan antara pemimpin de facto Sudan, panglima militer Jenderal Abdel Fattah Burhan, dan mantan wakilnya, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang memimpin RSF, meletus menjadi pertempuran terbuka pada 15 April 2023.
Kedua belah pihak berusaha menguasai Sudan, seperti di beritakan DW.
Upaya mediasi telah dilancarkan oleh beberapa negara, namun tidak ada yang berhasil mengakhiri pertikaian.
Data PBB pada Agustus 2023 menyebutkan jumlah korban tewas akibat konflik tersebut mencapai lebih dari 4.000 orang, namun para dokter dan aktivis mengatakan jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.
Setidaknya 7,1 juta orang kini menjadi pengungsi internal, dan 1,1 juta lainnya menjadi pengungsi internal.
Jutaan orang juga telah melarikan diri dari Sudan ke negara-negara tetangga, menurut data PBB.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Sudan