TRIBUNNEWS.COM - Azerbaijan melancarkan serangan ke Nagorno-Karabakh yang dikendalikan Armenia, Selasa (19/9/2023) dalam upaya merebut wilayah tersebut.
Serangan tersebut berpotensi menimbulkan perang baru di samping perang Rusia-Ukraina yang saat ini masih berlangsung, Reuters melaporkan.
Karabakh, daerah pegunungan di wilayah Kaukasus Selatan, diakui secara internasional sebagai wilayah Azerbaijan.
Namun sebagian dari wilayah tersebut dikelola oleh otoritas separatis Armenia yang mengatakan bahwa wilayah tersebut adalah tanah air leluhur mereka.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken meminta Azerbaijan untuk segera menghentikan operasinya.
Ia mengatakan hal itu memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Karabakh, merujuk pada blokade de facto yang berkepanjangan terhadap wilayah tersebut oleh Baku, Azerbaijan.
Baca juga: Azerbaijan, Republik Demokratik Pertama di Timur Muslim Peringati Hari Kemerdekaan Ke-105
Uni Eropa, Prancis, dan Jerman juga mengutuk tindakan militer Azerbaijan.
Mereka menyerukan agar Azerbaijan kembali melakukan pembicaraan damai mengenai masa depan Karabakh dengan Armenia.
Penembakan yang keras dan berulang-ulang terdengar dari video yang beredar di media sosial yang direkam pada hari Selasa di Stepanakert, ibu kota Karabakh, yang dinamai Khankendi oleh Azerbaijan.
Hikmet Hajiyev, penasihat kebijakan luar negeri Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, mengatakan Baku telah mengerahkan pasukan darat yang menurutnya telah menerobos garis Armenia di beberapa tempat.
Disebut pasukannya telah mencapai beberapa tujuan utama mereka.
Namun hal itu dibantah oleh pasukan separatis Armenia.
Pernyataan Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pasukannya sejauh ini telah merebut lebih dari 60 pos militer dan menghancurkan hingga 20 kendaraan militer dan perangkat keras lainnya.
Otoritas separatis Karabakh mengatakan 25 orang tewas, termasuk dua warga sipil, dan 138 lainnya luka-luka akibat aksi militer Azerbaijan.
Penduduk di beberapa desa telah dievakuasi, kata mereka.
Tidak jelas apakah tindakan Azerbaijan akan memicu konflik skala penuh yang berlarut-larut di Armenia.
Baca juga: Azerbaijan, Republik Demokratik Pertama di Timur Muslim Peringati Hari Kemerdekaan Ke-105
Namun ada tanda-tanda dampak politik di Yerevan, ibu kota Armenia, ketika Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan berbicara tentang seruan untuk melakukan kudeta terhadapnya.
Nikol Pashinyan dipandang terlalu pro-Barat oleh Rusia, yang merupakan pendukung Armenia.
Beberapa warga Armenia berkumpul di Yerevan untuk menuntut tindakan dari pemerintah akibat bentrokan sengit antara polisi dan massa yang mengakibatkan cedera di kedua belah pihak.
Berniat menutup permusuhan
Hajiyev dari Azerbaijan mengatakan tentaranya menggunakan amunisi berpemandu terhadap sasaran militer untuk menghindari kerusakan dan korban pada warga sipil.
“Niat Azerbaijan adalah untuk menutup babak permusuhan dan konfrontasi,” kata Hajiyev.
"Cukup sudah. Kami tidak bisa mentolerir lagi adanya angkatan bersenjata seperti itu di wilayah kami dan juga struktur yang, setiap hari, menantang keamanan dan kedaulatan Azerbaijan."
Kementerian Pertahanan Azerbaijan menyatakan niatnya untuk melucuti senjata dan mengamankan penarikan formasi angkatan bersenjata Armenia dari wilayahnya dan menetralisir infrastruktur militer mereka.
Dikatakan bahwa mereka bertindak untuk memulihkan tatanan konstitusional Republik Azerbaijan.
Warga sipil juga bebas meninggalkan negara itu melalui koridor kemanusiaan, termasuk ke Armenia.
Baca juga: Armenia Tawarkan Perdamaian kepada Turki
PM Armenia Nikol Pashinyan mengatakan tawaran itu tampak seperti upaya Azerbaijan untuk membuat warga Armenia keluar dari Karabakh sebagai bagian dari kampanye “pembersihan etnis”.
Tuduhan itu dibantah oleh Azerbaijan.
Armenia meminta bantuan
Armenia, yang menyatakan angkatan bersenjatanya tidak berada di Karabakh, meminta anggota Dewan Keamanan PBB untuk membantu.
Armenia juga meminta pasukan penjaga perdamaian Rusia di lapangan untuk melakukan intervensi.
Rusia kamudian menyerukan semua pihak untuk menghentikan pertempuran.
Rusia pernah menjadi perantara gencatan senjata setelah perang tahun 2020 yang membuat Azerbaijan merebut kembali sebagian besar wilayah di dan sekitar Karabakh yang hilang dalam konflik sebelumnya pada tahun 1990-an.
Rusia berhubungan dengan Azerbaijan dan Armenia dan telah mendesak perundingan, kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada hari Selasa (19/9/2023).
Peskov menambahkan bahwa Moskow menganggap memastikan keselamatan sipil sebagai isu yang paling penting.
Di sisi lain, Armenia menuduh Rusia terlalu sibuk dengan perangnya sendiri sehingga tidak bisa melindungi Armenia.
Baca juga: Cari Sekutu Baru, Armenia Cueki Peringatan Rusia: Latihan Tempur Bareng Militer AS Dimulai
Armenia mengatakan pasukan penjaga perdamaian Rusia di Karabakh gagal melakukan tugas mereka.
Para pengunjuk rasa Armenia yang tidak senang dengan kegagalan Rusia menghentikan Azerbaijan, meneriakkan slogan-slogan anti-Rusia di depan kedutaan Rusia di Armenia pada Selasa malam, kantor berita Rusia TASS melaporkan.
Respons negara lain
Amerika Serikat sedang melakukan diplomasi krisis atas apa yang mereka yakini sebagai gejolak yang sangat berbahaya, kata para pejabat AS.
Blinken mungkin akan terlibat dalam upaya meredakan krisis dalam 24 jam ke depan.
Prancis, yang mengatakan pihaknya menginginkan pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Kamis, mengatakan akan bekerja sama dengan mitra-mitranya untuk merespons dengan tegas.
Jerman mengatakan Azerbaijan telah melanggar janji untuk tidak melakukan tindakan militer.
Sementara itu Turki mengatakan pihaknya mendukung upaya Azerbaijan untuk menjaga integritas wilayahnya.
Berbicara di dalam Karabakh dengan latar belakang gemuruh artileri, Ruben Vardanyan, pejabat tinggi pemerintahan etnis Armenia di Karabakh, mengimbau Armenia untuk mengakui kemerdekaan Karabakh yang dideklarasikan sendiri dari Azerbaijan.
“Situasi yang sangat serius telah terjadi di sini,” kata Vardanyan dalam sebuah klip video.
“Azerbaijan telah memulai operasi militer skala penuh terhadap 120.000 penduduk, 30.000 di antaranya adalah anak-anak, wanita hamil, dan orang tua,” katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)