Boey yakin chapter yang menyebabkan pelarangan itu adalah Coconuts II.
Dalam bab tersebut, ia menggambarkan bagaimana ayahnya di masa lalu ingin menunjukkan kepadanya betapa cepatnya pekerja rumah tangga asal Indonesia bisa memanjat pohon kelapa.
Namun ayahnya kemudian mengibaratkan penolong itu seperti seekor monyet yang memanjat pohon untuk memetik kelapa.
Boey mengatakan niatnya bukan untuk merendahkan tapi untuk memuji kecepatan luar biasa yang dilakukan pembantunya memanjat pohon kelapa seperti monyet.
Dia telah menjelaskan di bab tersebut bahwa dia juga kembali ke pohon kelapa pada malam yang sama untuk mencoba memanjat pohon dengan kecepatan tersebut.
“Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang tersinggung dengan hal ini, dan orang-orang yang tidak sengaja saya sakiti. Saya suka, dan itu bukan nilai inti saya. Perjalanan mendongeng ini sungguh luar biasa dan saya telah belajar banyak darinya.
“Dengan naiknya, pasti ada turunnya, dan ini adalah pelajaran yang akan saya pelajari. Saya berterima kasih kepada Anda semua atas kesempatan mendidik dan menghibur ini,” kata Boey.
Kementerian Dalam Negeri dalam sebuah pernyataan kemarin yang dikirim melalui Kamar Kejaksaan Agung mengatakan pemerintah menjalankan kekuasaannya berdasarkan ayat 7(1) Undang-Undang Percetakan dan Publikasi tahun 1984.
Ayat tersebut menyatakan bahwa pencetakan, impor, produksi, reproduksi, penerbitan, penjualan, penerbitan, peredaran, distribusi atau kepemilikan publikasi yang dijelaskan dalam Jadwal yang mungkin merugikan moralitas dilarang keras di seluruh Malaysia.
Pada bulan Juni, puluhan warga Indonesia berkumpul di luar kedutaan Malaysia untuk memprotes penjualan buku komik Boey yang memuat salah satu halamannya yang merendahkan seorang pembantu rumah tangga Indonesia yang bekerja di Malaysia.
Para pengunjuk rasa dari sebuah organisasi non-pemerintah yang dikenal sebagai Corong Rakyat menuntut pihak berwenang menghentikan pencetakan dan penjualan buku komik tersebut di beberapa jaringan toko buku di Malaysia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, pada konferensi pers di kantornya, Jumat (29/9/2023) mengatakan, perumpamaan monyet bagi para pekerja Indonesia tidak edukatif.
"Dari perspektif edukasi itu sangat tidak edukatif dan human degrading (merendahkan martabat manusia)," katanya. "Yang jelas, kebetulan bahasa yang disampaikan adalah monyet untuk tenaga kerja kita," ujar Iqbal.
Warga Indonesia merupakan sebagian besar dari lebih dari 2 juta pekerja asing di Malaysia. Lebih dari 200.000 di antaranya bekerja sebagai pekerja rumah tangga.