Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL – Inflasi di 20 negara kawasan zona euro dilaporkan turun dari 52 persen pada bulan Agustus menjadi 4,3 persen selama September 2023, penurunan ini bahkan tercatat sebagai yang rendah dalam dua tahun terakhir tepatnya sejak Oktober 2021.
Menurut data yang dikutip dari Reuters, penurunan laju inflasi terjadi setelah perekonomian di 20 negara Eropa mulai bangkit. Kondisi tersebut juga didukung dengan turunya harga makanan, alkohol, dan tembakau serta pulihnya inflasi energi yang susut di level 4,7 persen.
Dengan susutnya laju inflasi di bulan September, sebagian besar analis memprediksi apabila bank sentral Eropa (ECB) akan mengambil langkah pelonggaran dengan menurunkan laju inflasi ke level terendah pada pertemuan yang akan datang.
Baca juga: Pemerintah: Postur APBN Didesain Demi Jaga Inflasi dan Tekan Prevalensi Stunting
"Angka-angka ini memperkuat pandangan bahwa suku bunga kemungkinan besar telah mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan saat ini,” ujar Kepala ekonom Eropa S&P Global Market Intelligence Diego Iscaro.
Sebagai informasi, sebelum mengalami penyusutan inflasi kuartalan zona Euro sempat mengalami lonjakan hingga tembus di kisaran 8,2 persen pada Maret 2023 akibat harga energi yang naik nyaris 42 persen, sedangkan harga makanan, minuman alkohol dan tembakau melesat 13 persen.
Imbas lonjakan tersebut, bank sentral Eropa (ECB) berulang kali memperketat kebijakan moneternya dengan menaikan suku bunga ke level tertinggi.
Meski pengetatan suku bunga dianggap sebagai cara paling efektif untuk menyeimbangkan harga dan membuat laju inflasi turun ke target 2 persen pada tahun 2025.
Namun sikap agresif ini secara tidak langsung dapat membebani pertumbuhan ekonomi, karena kenaikan suku bunga mendorong bos startup untuk menunda penawaran umum dan membuat bisnis investasi. Tak hanya itu dampak kenaikan suku bunga ECB juga membuat penjualan ritel Jerman turun dan pengangguran naik di tengah ketidakpastian ekonomi global.