Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Sejumlah negara di Eropa mengumumkan rekor suhu terpanas di bulan ini seiring dengan semakin cepatnya perubahan iklim.
Otoritas cuaca Prancis, Meteo-France mengatakan rata-rata suhu di negara itu pada bulan ini akan berkisar 21,5 derajat Celcius, antara 3,5 derajat Celcius dan 3,6 derajat Celcius di atas periode referensi 1991-2020.
“Suhu rata-rata di Prancis telah melebihi norma bulanan secara konsisten selama hampir dua tahun terakhir,” kata juru bicara Meteo-France.
Baca juga: Fakta Viral Video Traffic Cone di Semarang, Ternyata Meleyot Ditabrak Bukan karena Cuaca Panas
Di negara tetangga Prancis yakni Jerman, kantor cuaca DWD mengatakan suhu di bulan ini naik hampir 4 derajat Celcius, lebih tinggi dari suhu dasar pada 1961-1990.
Sementara itu, lembaga cuaca Polandia mengumumkan suhu pada September ini lebih tinggi 3,6 derajat Celcius dari rata-rata dan merupakan suhu terpanas pada bulan tersebut sejak pencatatan dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu.
Badan cuaca nasional di negara-negara Alpen, Austria dan Swiss juga mencatat suhu rata-rata terpanas pada bulan ini, sehari setelah sebuah penelitian mengungkapkan gletser Swiss kehilangan 10 persen volumenya dalam dua tahun di tengah pemanasan ekstrem.
Adapun lembaga cuaca nasional Spanyol dan Portugis memperingatkan suhu hangat yang tidak normal akan terjadi akhir pekan ini, dengan suhu mencapai 35 derajat Celcius di beberapa bagian selatan Spanyol.
Tanggapan Ilmuwan Terkait Kenaikan Suhu
Sejumlah ilmuwan pun angkat bicara mengenai kenaikan suhu yang cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
Para ilmuwan berpendapat bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia menyebabkan suhu global menjadi lebih tinggi, dengan pemanasan dunia sekitar 1,2 derajat celcius dibandingkan dengan tingkat pemanasan pada masa pra-industri.
Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa memperkirakan tahun ini kemungkinan akan menjadi tahun terpanas yang pernah dialami umat manusia.
"Suhu yang lebih tinggi kemungkinan akan segera terjadi karena fenomena cuaca El Nino, yang menghangatkan perairan di Pasifik selatan dan sekitarnya," kata seorang ilmuwan.
"Hal itu akan terlihat saat terjadi peristiwa cuaca ekstrem seperti gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, dan badai menjadi lebih sering dan intens, sehingga menyebabkan lebih banyak korban jiwa dan harta benda," pungkasnya.