Ankara Secara Halus Minta Petinggi Hamas ke Luar dari Turki, Ismail Hiniyeh Diusir dengan Sopan
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh dan pejabat tinggi lainnya “diusir secara sopan” oleh otoritas Turki ketika rincian serangan mendadak Hamas terhadap permukiman dan pangkalan militer Israel pada 7 Oktober 2023, diterbitkan.
Laporan terbaru Al-Monitor menyebut, Haniyeh berada di Istanbul ketika Hamas melancarkan serangan terhadap permukiman dan pangkalan militer Israel tersebut.
Laporan sebelumnya mengindikasikan kalau pemimpin politik Hamas itu berada di kantornya di Doha, Qatar.
Baca juga: AS Cemas Pasukan Israel Cuma Antar Nyawa Masuk Gaza: Tak Ada Taktik Jelas untuk Serangan Darat
Dalam serangan Hamas bertajuk 'Al-Aqsa Flood', sekitar 1.400 warga Israel tewas.
Hamas membawa lebih dari 200 warga Israel dan warga negara asing kembali ke dalam wilayah Gaza.
Laporan tersebut mengklaim kalau para pejabat Turki telah mengusir Haniyeh dan rombongannya karena mereka tidak ingin dianggap sebagai pelindung Hamas setelah serangan tersebut.
Langkah Mengejutkan
Langkah untuk mengusir Hamas cukup mengejutkan.
Disebut mengejutkan karena partai politik Presiden Recep Tayyip Erdogan yang juga berkuasa di Turki, Partai AKP telah lama dipandang sebagai pelindung kelompok Palestina tersebut.
Baik Hamas maupun AKP mempunyai akar yang sama dengan gerakan politik Ikhwanul Muslimin.
Hubungan erat itu membuat pihak berwenang Turki mengizinkan Hamas beroperasi dari kantornya di Istanbul selama lebih dari satu dekade.
Meski begitu, Turki bersikeras kalau mereka hanya menampung sayap politik kelompok tersebut, bukan sayap militernya.
Hubungan Turki-Israel
Turki secara resmi bersitegang dengan Israel sejak tahun 2010, ketika militer Israel menyerang Kapal Mavi Marmara.
Mavi Marmara, kapal yang disewa oleh aktivis perdamaian berlayar ke Gaza guna menembus blokade Israel di daerah kantong yang padat penduduk tersebut pada tahun itu.
Pasukan Israel kemudian menembak sembilan aktivis Turki ketika mereka menggerebek kapal tak bersenjata saat mendekati Gaza. Kesembilan aktivis Turki itu tewas.
Meski diwarnai insiden berdarah, Israel dan Turkiye tetap bekerja sama secara erat untuk memfasilitasi ekspor minyak Kurdi Irak ke Israel mulai tahun 2014.
Pasukan Kurdi memanfaatkan kekacauan yang terjadi saat ISIS merebut Mosul di Irak utara untuk merebut Kirkuk yang kaya minyak pada bulan Juni tahun itu.
Para pemimpin Kurdi kemudian bermitra dengan Ankara untuk mengekspor minyak melalui pipa dari Kirkuk ke pelabuhan Ceyhan di Turki di Mediterania.
Dari sana, minyak Kurdi dimuat ke kapal tanker dan dikirim ke Israel.
Turki kembali berupaya bermitra dengan Israel, kali ini untuk membangun jaringan pipa bawah air untuk mengekspor gas alam dari ladang Leviathan yang baru ditemukan Israel di Mediterania timur ke Eropa.
Turki berupaya memanfaatkan posisi geografis strategisnya di perhubungan Eropa, Rusia, Asia Barat, dan Asia Tengah, untuk menjadi pusat energi.
Hamas Minta Turki Serukan Israel untuk Berhenti Membom
Dalam sebuah wawancara dengan Haberturk TV Turki pekan lalu, mantan pemimpin Hamas yang berbasis di Qatar Khaled Meshaal mengatakan dia sangat menghormati Turki.
"Dia menambahkan kalau Turki harus mengatakan, ‘berhenti’” kepada Israel untuk membom Gaza," tulis laporan Al-Monitor.
Meshaal telah bertemu dengan Erdogan beberapa kali selama bertahun-tahun, dan dalam pidatonya di depan anggota partai AKP pada tahun 2014, Erdogan mengatakan dia berharap untuk “membebaskan Palestina dan Yerusalem” bersama mereka.
Namun, meski saingan Turki, Iran, saat ini memberikan dukungan militer dan diplomatik yang kuat kepada Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya, Erodogan hanya memberikan dukungan moral, menuduh Israel melakukan operasi melawan Hamas di Gaza yang “sama dengan genosida.”
(oln/almntr/TC/*)