Permainan sudah berjalan, dan ini benar-benar memenuhi hasrat lama Netanyahu untuk melibatkan AS. Pada akhirnya, tujuan utama Netanyahu adalah Iran
AS Juga Bingung Agar Perang Tidak Meluas
Maloof mengatakan kalau Gedung Putih sebenarnya khawatir akan meluasnya konflik, namun tidak tahu bagaimana cara menghentikannya.
“Netanyahu yang mengambil keputusan dan Presiden AS beberapa jam yang lalu pada dasarnya mengatakan bahwa dia meminta penundaan dalam invasi apa pun,” kata Maloof,
“Tetapi pada dasarnya dia tidak bisa mengendalikan untuk memberi tahu Netanyahu apa yang harus dilakukan. Netanyahu memiliki banyak kekuatan untuk menyeret AS ke dalam konflik yang jelas-jelas AS enggan untuk terlibat di dalamnya,” kata dia.
Dia menunjukkan kalau jaringan pangkalan militer AS di Timur Tengah merupakan target potensial bagi Iran, Hizbullah Lebanon atau pemerintah Ansarallah Yaman.
Keberadaan pasukan AS di sana merupakan ancaman bagi para milisi tersebut, sehingga membuat personel Amerika di sana rentan menjadi sandera, di mana kematian personel AS bisa memicu perang yang lebih luas.
“Permainan sudah berjalan, dan ini benar-benar memenuhi hasrat lama Netanyahu untuk melibatkan AS. Pada akhirnya, tujuan utama Netanyahu adalah Iran,” kata Maloof.
Hizbullah Lebanon sudah terlibat dalam konflik berintensitas rendah di perbatasan utara Israel dan mengancam akan membuka front kedua jika Netanyahu melancarkan serangan ke Gaza.
Angkatan udara Israel telah melakukan beberapa serangan rudal terhadap bandara-bandara di ibu kota Suriah, Damaskus, dan kota utara Aleppo, dengan tujuan mencegah Iran menerbangkan pasukan dan senjata, sementara juga menuduh Suriah menembaki posisi IDF di wilayah Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Israel Habis Jika Sunni-Syiah Bersatu
Penasihat keamanan itu mengatakan Biden memimpin AS menuju kegagalan militer lainnya setelah Israel.
"Ini semua adalah bencana yang dibuat sendiri oleh pemerintahan Biden. Seharusnya hal ini tidak terjadi," tegas Maloof.
“Dan sekarang kita mencapai titik di mana Israel, seperti yang kita ketahui sekarang, dapat dilenyapkan jika Sunni dan Syiah bersatu dan menyerang Israel sekaligus dalam serangan dari segala arah,” kata dia.
Dia mengatakan Netanyahu punya alasan bagus untuk membiarkan situasi ini terjadi pada 7 Oktober dan memperburuknya lebih lanjut.
"Karena dia “tidak bisa mengendalikan” anggota pemerintahan koalisinya yang lebih ekstrem dan juga menghadapi tuntutan pidana ketika dia meninggalkan jabatannya," kata dia.
“Netanyahu bisa menjadikan ini perang tanpa akhir hanya untuk tetap menjabat dan melindungi dirinya sendiri,” tegas Maloof.
"Sekarang ada bukti jelas bahwa dia tahu, dia punya informasi dan intelijen bahwa Hamas [...] sedang merencanakan suatu tindakan. Dia sudah diperingatkan, tapi dia membiarkannya terjadi," kata mantan pejabat Pentagon tersebut.
(oln/sptnk/*)