TRIBUNNEWS.COM - Yunani dulunya dikenal pro-Palestina tapi kini jadi sekutu terdekat Israel.
Sekarang, Yunani tampil sebagai pendukung utama Israel di Mediterania Timur.
Posisi yang tidak terbayangkan selama satu dekade lalu dan tampaknya bertentangan dengan opini publik.
Pernyataan itu ia sampaikan kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Tel Aviv pada Senin (23/10/2023).
"Yunani, sejak awal, mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri sesuai dengan hukum internasional," kata Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis.
"Saya datang ke sini bukan hanya sebagai sekutu tetapi sebagai teman sejati,"tambahnya.
Baca juga: Menlu Retno Geram DK PBB Tetap Diam Melihat Situasi di Palestina yang Memburuk
Keberpihakan Yunani ke Israel makin diperkuat dengan Mitsotakis yang tidak melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Hal ini bisa saja memicu kemarahan dua pertiga warga Yunani yang mendukung netralitas dalam perang Israel-Hamas saat ini.
Menurut jajak pendapat Star Channel, hanya 18,4 persen yang mendukung posisi pro-Israel, ada 11,5 persen warga yang mengharapkan Yunani secara terbuka pro-Palestina.
Yunani merupakan salah satu dari 45 negara yang abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB, yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera antara Israel dan Hamas pada Jumat (27/10/2023) kemarin.
"Delapan anggota UE mendukung seruan PBB untuk gencatan senjata kemanusiaan. Yunani, di bawah Mitsotakis, memilih untuk tidak termasuk di antara mereka," kata anggota Parlemen Eropa dari partai oposisi Syriza, Dimitris Papadimoulis, kepada Al Jazeera.
Baca juga: BREAKING NEWS: Yaman Deklarasikan Perang Melawan Israel
Meski demikian, Yunani tetap memperjuangan agar bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Palestina yang terjebak di Gaza untuk segera tersalurkan.
"Siapa pun yang menginginkan terwujudnya kemanusiaan dan perdamaian akan mengikuti posisi yang lebih seimbang yang juga menjaga hubungan baik dengan dunia Arab – posisi yang kondusif bagi solusi bagi Palestina," kata Papadimoulis.
Profesor Hubungan Internasional di Universitas Piraeus pun ikut berkomentar.