News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Profil Craig Mokhiber, Direktur HAM PBB yang Mundur, Kecewa PBB Tak Bisa Tangani Pembantaian di Gaza

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Kantor Komisaris Tinggi HAM di New York, Craig Mokhiber. Mokhiber mundur karena kecewa PBB tak bisa hentikan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza. Serukan negara Israel diakhiri.

TRIBUNNEWS.com - Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Craig Mokhiber, mengundurkan diri karena merasa gagal mencegah aksi genosida Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza.

Mokhiber, yang tugasnya berfokus pada HAM, mengatakan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sebagian besar negara di Eropa "sepenuhnya terlibat dalam serangan mengerikan tersebut".

Lantas, seperti apa profil Craig Mokhiber?

Mokhiber saat ini menjabat sebagai Direktur HAM PBB.

Ia sudah bertugas di PBB sejak Januari 1992.

Baca juga: Direktur HAM Craig Mokhiber Mundur dari PBB, Kesal PBB Tunduk pada AS, Gagal Desak Israel

Ini berarti ia sudah menjadi bagian dari organisasi internasional tersebut selama lebih dari hampir 32 tahun.

Mokhiber merupakan seorang pengacara dan spesialis di bidang hukum, kebijakan, dan metodologi hak asasi manusia internasional.

Dikutip dari laman resmi PBB, Mokhiber pernah memimpin pengembangan karya asli Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengenai pendekatan berbasis hak asasi manusia untuk definisi kemiskinan terhadap pembangunan.

Selama di PBB, ia pernah menjabat sebagai Kepala Tim HAM dan Pembangunan, serta Wakil Direktur Kantor OHCHR di New York.

Mokhiber juga pernah menjadi Penasihat Senior HAM PBB di Wilayah Pendudukan Palestina dan Afghanistam, Kepala Tim Spesialis HAM pada Misi Tingkat Tinggi di Darfur, Kepala Unit Supremasi Hukum dan Demokrasi, serta Kepala Bagian Masalah Ekonomi dan Sosial di Kantor Pusat OHCHR.

Di lapangan, pekerjaan Mokhiber mencakup banyak misi HAM di Afrika, Asia, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Eropa Timur.

Sebelum bergabung di PBB, ia bekerja sebagai aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pembela HAM, dan pengacara di firma hukum swasta.

Dalam perannya sebagai Direktur Kantor Komisaris Tinggi HAM di New York, Mokhiber terkadang mendapat kecaman dari kelompok pro-Israel karena komentarnya di media sosial.

Ia dikritik karena memberikan dukungan terhadap gerakan boikot, divestasi, sanksi, dan menuduh Israel melakukan apartheid.

Diketahui, menurut akun LinkedIn-nya, Mokhiber merupakan lulusan Buffalo State University jurusan ilmu politik dan pemerintahan.

Ia juga pernah menempuh studi di University at Buffalo School of Law jurusan hukum.

Tulis Surat untuk Komisaris Tinggi PBB di Jenewa

Craig Mokhiber, pejabat tinggi HAM PBB (OHCHR) yang mengundurkan diri sebagai protes tentang genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza. (Twitter Craig Mokhiber @CraigMokhiber)

Baca juga: Direktur HAM PBB Mundur Usai Akui Gagal Cegah Genosida di Gaza oleh Israel

Pada Sabtu (28/10/2023), Craig Mokhiber menulis surat pengunduran diri yang ditujukan kepada Komisaris Tinggi PBB di Jenewa, Volker Truk.

Dalam surat itu, ia mengatakan, "Ini akan menjadi komunikasi terakhir saya kepada Anda" dalam perannya sebagai Direktur Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM di New York, AS.

Dikutip dari The Guardian, Mokhiber yang mundur setelah mencapai usia pensiun, menulis, "Sekali lagi, kita melihat genosida terjadi di depan mata kita dan organisasi tempat kita bekerja tampaknya tidak berdaya untuk menghentikannya."

Ia mengatakan PBB telah gagal mencegah genosida sebelumnya terhadap Tutsi di Rwanda, Muslim di Bosnia, Yazidi di Kurdistan Irak, hingga Rohingya di Myanmar.

Di suratnya kepada Truk itu, Mokhiber juga menulis, "Komisaris Tinggi kami gagal lagi."

"Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi pemukim kolonial etno-nasionalis, merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang telah berlangsung selama beberapa dekade."

Ia juga mengatakan AS, Inggris, dan sebagian besar negara di Eropa tidak hanya "menolak untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka" berdasarkan Konvensi Jenewa, "tetapi juga mempersenjatai serangan Israel dan memberikan perlindungan politik dan diplomatik terhadap konflik tersebut."

Surat pengunduran diri Mokhiber itu tidak menyebutkan serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.

Mokhiber hanya bicara soal serangan Israel dan menyerukan agar negara Israel diakhiri secara efektif.

"Kita harus mendukung pembentukan negara sekuler yang demokratis dan tunggal di wilayah Palestina yang bersejarah, dengan hak yang sama bagi umat Kristen, Muslim, dan Yahudi," ujar dia.

"Dan oleh karena itu, penghapusan kelompok-kelompok yang sangat rasis, pemukim - proyek kolonial dan mengakhiri apartheid di seluruh negeri," imbuh dia.

Jumlah Korban Tewas

Warga Palestina memeriksa kerusakan setelah serangan Israel semalaman di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 22 Oktober 2023 di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina. (KATA KHATIB/AFP)

Memasuki hari ke-25 serangan Israel terhadap warga Palestina di Gaza, jumlah korban tewas di wilayah kantong tersebut mencapai lebih dari 8.000 orang.

Berikut ini adalah angka korban terbaru per 31 Oktober 2023, pukul 13.15 waktu setempat, dikutip dari AlJazeera:

Baca juga: Menlu Retno Geram DK PBB Tetap Diam Melihat Situasi di Palestina yang Memburuk

Korban di Gaza

Tewas: 8.525 orang, termasuk 3.542 anak-anak, 2.187 wanita, dan 29 jurnalis
Terluka: 21.048 orang, termasuk 6.360 anak-anak dan 4.891 wanita

Korban di Tepi Barat yang diduduki

Tewas: 123 orang
Terluka: 1.980 orang

Korban di Israel

Tewas: 1.405 orang
Terluka 5.431 orang

Angka-angka tersebut dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan Palestina, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, dan Layanan Medis Israel.

Selain korban tewas, infrastruktur dan fasilitas lainnya di Gaza mengalami kerusakan, bahkan ditutup, karena gempuran Israel.

Di bawah ini merupakan daftar infrastruktur dan fasilitas di Gaza yang hancur per 28 Oktober 2023:

- 183.000 perumahan warga rusak, dimana 28.500 di antaranya hancur;

- 221 gedung sekolah rusak;

- 36 rumah sakit diserang;

- 50 ambulans rusak;

- 11 fasilitas sanitasi air hancur.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini