Tulus atau Pura-pura? AS Minta Jeda Kemanusiaan di Gaza, Israel Malah Bom Konvoi Ambulans Berisi Pasien
TRIBUNNEWS.COM - Ketulusan Amerika Serikat (AS) untuk mendesak Israel menghentikan bombardemen di Gaza menjadi bias dan sorotan internasional.
Hanya beberapa menit setelah pejabat AS menyerukan jeda kemanusiaan, Israel malah menjawabnya dengan aksi pengeboman lain ke konvoi rombongan medis.
Drone Israel mengebom konvoi medis yang mengangkut setidaknya 15 pasien yang terluka parah dari Rumah Sakit Al-Shifa ke Mesir pada Jumat (3/11/2023).
Baca juga: Pengusiran Warga Gaza Dimulai, Israel Tekan Mesir Terima Pengungsi dengan Imbalan Penghapusan Utang
Serangan itu terjadi kurang dari satu jam setelah Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken menyerukan “jeda kemanusiaan” terhadap genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Puluhan orang diyakini tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan itu.
Ashraf al-Qudra, juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, mengatakan kepada wartawan kalau pasien yang terluka parah sedang dipindahkan ke penyeberangan Rafah untuk perawatan di Mesir ketika serangan Israel terjadi di luar Rumah Sakit Al-Shifa.
“Kami memberi tahu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, kami memberi tahu seluruh dunia, bahwa para korban berada dalam antrean di ambulans tersebut. Ini adalah konvoi medis,” katanya.
Rumah Sakit Al-Shifa merupakan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza.
Saat ini rumah sakit tersebut menampung lebih dari 5.000 pasien dan puluhan ribu pengungsi Palestina.
Alasan Israel Bom Ambulans
Militer Israel mengonfirmasi kalau bomnya menyasar ambulans.
Berdasarkan penilaian tentara Israel, ambulans tersebut digunakan unit Hamas yang dekat dengan posisi mereka di zona pertempuran.
Tentara Israel mengatakan Hamas menggunakan ambulans tersebut mengangkut para pejuang dan senjata.
Pihak Israel mengatakan serangan tersebut menewaskan sejumlah Hamas.
Tel Aviv memang terus-menerus mengklaim bahwa pusat komando utama Hamas terletak di bawah Rumah Sakit Al-Shifa.
Namun, klaim ini didiskreditkan oleh dokter asal Norwegia, Mads Gilbert, yang mengatakan kepada Democracy Now awal pekan ini bahwa “tidak ada bukti sama sekali” mengenai dugaan adanya basis Hamas.
Hipokrasi AS
Beberapa menit sebelum serangan itu, Menlu AS Blinken berbicara kepada wartawan di Tel Aviv, mengatakan kalau ia berdiskusi dengan para pemimpin Israel tentang kemungkinan “jeda kemanusiaan” di Gaza.
Hal itu dimaksudkan agar dapat “meningkatkan keamanan bagi warga sipil dan memungkinkan pemberian bantuan yang lebih efektif dan berkelanjutan.”
“Sejumlah pertanyaan sah diajukan oleh Israel, termasuk bagaimana menghubungkan jeda tersebut dengan pembebasan sandera dan bagaimana memastikan Hamas tidak memanfaatkan jeda ini untuk keuntungannya sendiri. Ini adalah masalah yang perlu segera kami atasi, dan kami percaya ini bisa diselesaikan,” kata Blinken.
Pejabat Gedung Putih tidak menyebutkan pelanggaran hukum kemanusiaan yang terus dilakukan Israel.
Kunjungannya terjadi ketika para pejabat di Washington memperingatkan Tel Aviv kalau kekejaman yang dilakukan oleh tentara Israel di Gaza secara cepat “mengikis dukungan” terhadap keterlibatan mereka perang tersebut dan dapat menimbulkan “konsekuensi strategis yang mengerikan.”
Belakangan Israel menyatakan menolak seruan jeda kemanusiaan selama para sandera yang ditawan Hamas belum dibebaskan.
Adapun AS dinilai sejumlah pengamat geopolitik internasional sebagai negara yang menerapkan standar ganda.
AS terus mendukung aksi militer Israel tapi di sisi lain juga tidak ingin perang ini meluas menjadi konflik regional.
Politico menulis, meluasnya konflik bisa mengancam kepentingan As bernilai puluhan juta dolar di kawasan Timur Tengah.
Belum lagi masalah keamanan fasilitas dan aset AS baik di dalam negeri maupun di berbagai negara yang menjadi prioritas Washington.
Satu hal khusus, AS juga cemas kalau prakarsa Abraham Accords yang susah payah mereka bangun, bakal hancur berantakan seiring perilaku militer Israel.
Beberapa laporan menyebut, AS kini mulai susah mengendalikan Israel dan berencana untuk menggelar suksesi pergantian kepemimpinan Benjamin Netanyahu.
Baca juga: Gedung Putih: Hari-hari Karier Politik Netanyahu Tinggal Menghitung Hari
Serangan terhadap konvoi medis diluncurkan tepat setelah Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah memperingatkan Israel bahwa “semua pilihan ada di meja” di lini depan Lebanon.
(oln/pltc/tc/tan/*)