Namun ketika mereka harus meninggalkan rumahnya, mereka tidak berhasil membawa satupun barang-barang yang ada di sana.
Radi dan suaminya tidak bisa pulang ke rumah demi mendapatkan makanan yang sangat mereka butuhkan karena militer Israel memutus Jalur Gaza bagian utara dan Kota Gaza dari wilayah tengah dan selatan dengan mengebom jalan-jalan yang menghubungkan kedua area.
“Satu-satunya jalan yang tersisa bagi kami untuk pulang sekarang adalah Jalan al-Rasheed, di jalan pesisir, tapi siapa pun yang berkendara ke sana akan menjadi sasaran kapal perang dan tank Israel,” katanya.
Hari Jumat, pasukan Israel menargetkan sekelompok pengungsi internal yang sedang berkendara di Jalan Al-Rasheed dalam perjalanan mereka ke Jalur Gaza selatan, yang telah diperingatkan oleh militer Israel kepada orang-orang untuk pindah demi “keselamatan” mereka.
Sedikitnya delapan orang, termasuk anak-anak, tewas.
Beberapa jam kemudian, sekelompok ambulans yang mengangkut sejumlah orang terluka ke perbatasan Rafah di selatan juga menjadi sasaran di jalan yang sama, meskipun Kementerian Kesehatan Palestina telah berkoordinasi dengan Palang Merah sebelum memindahkan mereka.
Baca juga: Israel Juga Bombardir Gereja Ortodoks di Gaza, 18 Warga Kristen Tewas
Seorang pengemudi ambulans terluka dan ambulans tersebut kembali ke rumah sakit al-Shifa di Kota Gaza.
Setidaknya 9.448 orang telah terbunuh, termasuk 3.900 anak-anak dan 2.500 wanita oleh tentara Israel, sejak negara Zionis itu mulai masif melakukan pengeboman paling agresif di Gaza pada 7 Oktober, usai pejuang Hamas melancarkan serangan ke kota-kota di sisi selatan Israel.
Mimpi Paling Buruk
Ketika Israel memutus pasokan air dan makanan ke Gaza, pemilik pasar grosir mengatakan mereka tidak akan dapat mengisi kembali rak-rak yang kosong sampai Israel menghentikan pengepungannya terhadap wilayah kantong yang sudah diblokade tersebut.
Di kamp pengungsi Nusairat, salah satu daerah terpadat di Jalur Gaza tengah, puluhan ribu warga mengungsi dari pemboman di Kota Gaza dan Jalur Gaza utara.
Dengan sedikitnya pasar dan toko roti yang masih buka, warga dan pengungsi kesulitan mendapatkan pasokan makanan dan roti.
Baca juga: Israel Ledakkan Truk Konvoi Pengungsi Gaza, Cerita Haru Jurnalis Foto yang Istrinya Tewas
“Dengan jumlah penduduk sekitar 44 orang, separuhnya adalah anak-anak, tinggal bersama dalam satu rumah, kami membutuhkan makanan dan air mengalir sepanjang waktu. Anak-anak selesai sarapan dan 30 menit kemudian mereka mulai meminta makan siang atau camilan karena tidak mendapat cukup makanan, setiap kali makan,” ungkap Salma Radi.
Ia menambahkan, anak-anak yang biasanya membutuhkan satu bungkus roti untuk sarapan, kini hanya mendapat seperempatnya dan beberapa potong mentimun.