Para pejabat militer AS awal pekan ini mengatakan kalau eskalasi konflik dapat terjadi jika negara-negara tetangga Palestina di Timur Tengah – termasuk Iran dan kelompok militan Hizbullah di Lebanon – menjadi sangat terlibat dalam perang Hamas dan Israel.
Namun Hayat Alvi, seorang profesor di US Naval College yang berfokus pada Timur Tengah, mengatakan, manuver AS mengerahkan kapal induk super terbaru mereka hanya untuk tujuan 'optik', pamer dan pencitraan.
Hayat Alvi menganalisis kalau Iran dan Lebanon masih belum pulih dari bencana politik dan ekonomi di negara mereka sendiri.
Dia menambahkan, kondisi kedua negara tersebut akan menjadi lebih buruk untuk terlibat dalam konflik Hamas dan Israel.
“Masalahnya adalah mereka kemungkinan besar tidak bisa berhadapan dengan Amerika Serikat, apalagi jika digabungkan dengan Israel,” kata Alvi kepada BI.
"Itu tidak akan terjadi. Ini pertarungan yang sia-sia," katanya.
Alvi menambahkan bahwa dia tidak yakin apakah AS perlu mengerahkan kekuatannya untuk memberikan pencegahan besar terhadap Hizbullah atau Iran dalam konflik khusus ini mengingat perhitungan semua pemain tersebut secara politik, ekonomi, militer.
Lebanon berada dalam krisis ekonomi yang melumpuhkan dalam empat tahun terakhir, yang telah menyebabkan lebih dari 80 persen penduduknya jatuh miskin, menurut Human Rights Watch.
Sementara itu, Iran terus menghadapi ketidakstabilan politik, tambah organisasi tersebut.
Alvi mengatakan bahwa karena masalah dalam negeri mereka, kapal induk AS berada di sana lebih cenderung untuk tujuan optik.
“Ini menunjukkan (pencitraan) dukungan dan aliansi kuat Amerika dengan Israel,” kata dia.
Kelompok kapal induk Amerika yang dikirim menuju Israel tiba Selasa sore, kata Pentagon.
Menurut The Washington Post, Kapal Induk USS Dwight D. Eisenhower, kapal induk lainnya, diperkirakan akan meninggalkan AS akhir pekan ini.
Pejabat pertahanan mengatakan kalau mereka belum memutuskan apakah Eisenhower akan menggantikan Ford atau bergabung dengan Ford sebagai tindakan pencegahan.