TRIBUNNEWS.com - TNI tengah menyiapkan satu kapal bantu rumah sakit (KBRS) yang akan dikirim ke Palestina untuk membantu para korban serangan Israel.
Kapal rumah sakit yang akan dikirim adalah KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992.
KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 diketahui sudah bersandar di dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Tanjung Priok, Jakarta, sejak Senin (6/11/2023) kemarin.
“KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 sebagai salah satu kapal rumah sakit TNI dipersiapkan untuk merawat pengungsi korban perang dan akan bersiaga di perairan sekitar wilayah Gaza, Palestina,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, dalam siaran pers, Senin petang, dilansir Kompas.com.
Lantas, seperti apa profil KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992?
Baca juga: Daftar Produk Israel dan Pendukung Zionis dalam Genosida di Gaza Palestina, Kini Diboikot
KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 merupakan kapal rumah sakit yang teranyar, rilis tahun 2022
Namun, kapal ini secara resmi memperkuat TNI AL pada 20 Januari 2023.
Sebelum dirilis, KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 telah melalui berbagai rangkaian ujian kelayakan.
Di antaranya adalah Harbour Acceptance Test (HAT) dan Sea Acceptance Test (SAT).
Puncaknya, saat inspeksi oleh jajaran perwira tinggi TNI AL dalam kegiatan Commodore Inspection pada Desember 2022 lalu, KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 memperoleh hasil memuaskan.
Diketahui, kapal yang merupakan sisterhood KRI dr Wahidin Sudirohusodo 991 ini memiliki lebar, panjang, dan bobot seperti KRI dr Soeharso 990.
Dikutip dari Indonesia Baik, KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 mampu membawa 163 anak buah kapal (ABK), pilot dan kru helikopter 18 orang, tamu VVIP satu orang, 158 pasien, 66 staf medis, dan 280 sukarelawan.
Kapal ini mampu melaju dengan kecepatan maksimal 18 knot dan bertahan selama 30 hari di lautan.
Untuk kemampuan muatan, KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 bisa memuat tiga unit helikopter sekaligus.
Sementara itu, untuk fasilitas kesehatannya, KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 mampu mengakomodir 12 jenis operasi.
Kapal besutan PT PAL Indonesia (Persero) ini didukung dua unit ambulance boat, dua unit Landing Craft Vehicle Personel (LCVP), dan satu unit Rigid Hull Inflatable Boat (RHIB).
Selain itu, KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 juga dilengkapi fasilitas kesehatan mumpuni, seperti Unit Gawat Darurat (UGD), ruang rawat inap dan isolasi, ruang radiologi, ruang bersalin dan bai, klinik/poli, laboratorium, bank darah, ruang operasi, serta Intensive Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU).
"Kapabilitas serta fasilitas (KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992) yang setara dengan rumah sakit tipe C Plus ini, memiliki kemampuan operasi yang sama dan ada fitur tambahan yang tidak dimiliki rumah sakit tipe C Plus umumnya, yakni adanya CT Scan, X-Ray, hingga ruang isolasi yang didukung dengan sistem ventilasi terpisah dan pengendali tekanan udara sehingga dapat mendukung dalam menangani wabah penyakit menular, serta evakuasi massal untuk mencegah penyebaran wabah lebih lanjut," beber CEO PT PAL, Kaharuddin Djenod, saat penyerahan KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 kepada Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali, Kamis (19/1/2023), dikutip dari situs resmi PAL.
Menhan Prabowo Yakin Mesir Buka Perbatasan
Baca juga: Dubes Palestina Sampaikan Terima Kasih kepada Pemerintah RI Atas Bantuan Kapal Rumah Sakit ke Gaza
Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, bicara mengenai pengiriman KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992 ke Gaza.
Ia meyakini pemerintah Mesir akan membuka perbatasan untuk proses pengiriman kapal rumah sakit tersebut.
"Ya, mereka berkomitmen tentang itu. Dan tentunya kami koordinasi dengan semua pihak di sana, PBB dan sebagainya," ujar Prabowo di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Senin, usai menerima kunjungan Duta Besar Mesir di Indonesia, Ashraf Mohamed Moguib Sultan.
Lebih lanjut, Prabowo mengaku telah berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, terkait pengiriman KRI dr Radjiman Wedyodiningrat 992.
"Saya sudah lapor ke Bapak Presiden dan koordinasi dengan Menlu kita," jelas Prabowo.
Ketua Umum Gerindra ini juga mengungkapkan telah berkoordinasi dengan Ashraf Mohamed.
Dalam percakapannya dengan Ashraf Mohamed, Prabowo sudah menyatakan rencananya berangkat ke Kairo untuk koordinasi terkait pengiriman kapal rumah sakit.
"Dan saya pun menyampaikan (kepada Duta Besar Mesir) bahwa saya siap atas izin Bapak Presiden (Jokowi), saya siap terbang ke Kairo untuk koordinasi dengan Menteri Pertahanan Mesir," urai Prabowo.
"Begitu sudah ada clearance (berangkat ke Kairo), saya tentunya harus menghadap Presiden untuk melaporkan hasil diskusi sama Duta Besar Mesir, tadi juga dengan Duta Besar Palestina," imbuh dia.
Sebelumnya, Mesir tak membuka perbatasannya dengan Palestina sejak pengeboman Israel sebagai tanggapan atas amukan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Tetapi, saat ini perbatasan telah dibuka untuk mengevakuasi korban luka dan menjadi jalan keluar bagi warga asing yang masih berada di Gaza.
Meski demikian, pembukaan masih terbatas lantaran Mesir khawatir adanya gelombang pengungsi Palestina ke wilayahnya di Semenanjung Sinai.
Rumah Sakit di Gaza Terus Diserang
Pesawat tempur Israel terus menyerang rumah sakit di Gaza.
Baca juga: PM Yordania: Pengusiran Warga Palestina dari Gaza Kami Anggap Sebagai Deklarasi Perang
Setelah pemadaman komunikasi dan jaringan lainnya pada Minggu (5/11/2023), Kompleks Medis Nasser, yang memiliki empat rumah sakit, mengalami serangan tidak langsung dan langsung dari rudal Israel.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya delapan warga tewas dalam serangan itu dan puluhan lainnya luka-luka.
Kompleks medis tersebut berisi Rumah Sakit Anak Al-Nasser, Rumah Sakit Khusus Rantisi, Rumah Sakit Mata, dan Rumah Sakit Jiwa.
"Tentara (Israel) menelepon beberapa staf kami malam itu dan mengatakan mereka akan membuat sabuk api di sekitar rumah sakit," ungkap seorang dokter di Rumah Sakit Rantisi, Suleiman Qaoud, masih dikutip dari AlJazeera.
Sekitar pukul 18.30 waktu setempat, pesawat tempur Israel menyerang area Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Rantisi, melukai 35 orang, termasuk beberapa staf medis.
Dua jam kemudian, Rumah Sakit Rantisi serta sisi tenggara dan timur laut, terkena serangan.
Bangsal kanker anak-anak terletak di sisi timur laut rumah sakit, kata Qaoud.
"Lebih dari 30 anak menerima pengobatan kemoterapi di sana," ujar dia.
Serangan kembali berlanjut untuk ketiga kalinya, menghantam halaman tempat ambulans dan kendaraan lain diparkir.
Halaman rumah sakit diketahui juga menjadi tempat keluarga pengungsi berlindung.
“Kami memiliki antara 80 dan 100 pasien, dan 700 keluarga pengungsi – yang berarti sekitar 5.000 orang,” kata Qaoud.
“Panel surya dan tangki air juga menjadi sasaran, artinya RS Rantisi tidak memiliki setetes air pun,” lanjut dia.
Serangan terhadap rumah sakit memaksa Rabaa al-Radee membawa cucunya yang sakit, Sidra, untuk berobat ke tempat lain.
Sidra mengidap penyakit kanker dan kakinya patah akibat kecelakaan saat melarikan diri dari bom Israel yang menghantam sekolah tempat mereka berlindung.
Baca juga: Tentara Israel Mundur dari Gaza Utara, Brigade Al-Qassam Hancurkan 24 Kendaraan Militer Musuh
“Kami sampai di RS Kamal Adwan, tapi mereka malah menyuruh kami datang ke RS Rantisi,” kata Rabaa.
"Sekarang, Rantisi menyuruh kami pergi ke Rumah Sakit Shifa, tapi tidak ada ambulans atau mobil di jalan.”
Setidaknya 16 dari 35 rumah sakit di Gaza tidak berfungsi dan 51 dari 72 klinik kesehatan primer di wilayah itu telah ditutup sepenuhnya.
Rumah Sakit Jiwa, satu-satunya di Jalur Gaza, juga tidak mampu lagi merawat pasiennya.
“Kami akan menerima 50 hingga 70 pasien setiap hari, mulai dari mereka yang datang untuk mengambil obat hingga mereka yang datang untuk dirawat karena trauma psikologis akibat suara bom yang terus menerus,” kata Jamil Suleiman, Direktur Umum Rumah Sakit Jiwa.
“Luka di badan bisa sembuh, tapi luka psikologis jauh lebih dalam dan perlu perawatan kejiwaan,” sambungnya.
Jika rumah sakit di Gaza terus diserang, maka Dewan Keamanan PBB atau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak diperlukan, tambah Suleiman.
“Jika tidak ada jaminan terhadap hak-hak pasien, maka tidak ada gunanya badan kesehatan internasional hanya menyaksikan suatu populasi dibantai,” katanya.
“Mungkin jika kita adalah binatang, maka kita akan mendapatkan hak-hak kita.”
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Mario Christian, Kompas.com/Nirmala Maulana)