TRIBUNNEWS.com - Sudah sebulan sejak serangan tanpa henti yang dilakukan Israel kepada Gaza hingga menyebabkan 9.770 orang tewas di wilayah kantong Palestina tersebut.
Konflik Israel-Palestina telah merenggut banyak nyawa dan membuat jutaan orang mengungsi.
Konflik tersebut berakar pada tindakan penjajahan yang dilakukan lebih dari satu abad lalu.
Selama beberapa dekade, media Barat, akademisi, pakar militer, dan pemimpin dunia, menggambarkan konflik Israel-Palestina sebagai konflik yang sulit diselesaikan, rumit, dan menemui jalan buntu.
Lantas, seperti apa sejarah panjang konflik Israel-Palestina, dikutip dari AlJazeera?
Baca juga: Daftar Produk Israel dan Pendukung Zionis dalam Genosida di Gaza Palestina, Kini Diboikot
Apa itu Deklarasi Balfour?
Lebih dari 100 tahun yang lalu, pada 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour, menulis surat yang ditujukan kepada tokoh komunitas Yahudi, Lionel Walter Rothschild.
Surat itu pendek, hanya berisi 67 kata, tetapi memberikan dampak seismik terhadap Palestina yang masih terasa hingga saat ini.
Perjanjian ini mengikat pemerintah Inggris untuk "mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina" dan memfasilitasi "tujuan tersebut".
Surat tersebut kemudian dikenal dengan nama Deklarasi Balfour.
Intinya, kekuatan Eropa menjanjikan gerakan Zionis sebuah negara, di mana lebih dari 90 persen penduduknya adalah asli Arab Palestina.
Mandat Inggris kemudian dibentuk pada 1923, dan berlangsung sampai 1948.
Selama periode itu, Inggris memfasilitasi imigrasi massal orang Yahudi - kebanyakan melarikan diri dari Nazisme di Eropa - dan mereka juga menghadapi protes dan pemogokan.
Warga Palestina khawatir atas perubahan demografi negara mereka, juga pencurian tanah negara oleh Inggris untuk diserahkan kepada pemukim Yahudi.
Lalu, apa yang terjadai pada 1930-an?
Meningkatnya ketegangan akhirnya menyebabkan Pemberontakan Arab yang berlangsung sejak 1936-1939.