TRIBUNNEWS.COM – Seorang warga Palestina bernama Ahmed Alnaouq mengungkapkan kesedihannya karena puluhan anggota keluarganya di Gaza tewas akibat serangan Israel.
Alnaouq berprofesi sebagai wartawan dan tinggal di London, Inggris, atau berada jauh dari ingar bingar perang yang mendera Gaza.
Dia juga dikenal sebagai salah satu penggagas We Are Not Numbers, sebuah proyek storytelling tentang kisah warga Palestina di Gaza.
Kesedihan yang teramat besar bagi Alnaouq berawal pada pagi hari tanggal 22 Oktober 2023 ketika Israel mengebom rumah keluarganya di Gaza.
Serangan itu menewaskan 21 anggota keluarganya, termasuk ayahnya, dua saudara laki-laki, tiga saudara perempuan, dan 14 keponakan.
“Pada hari-hari biasa orang-orang yang tinggal di rumah saya adalah ayah saya, dua saudra laki-laki saya, dan keluarga kakak laki-laki saya,” kata Alnaouq dikutip dari Anadolu Agency, (9/11/2023).
Baca juga: Terlibat pertikaian Israel dan Hamas, siapa Hizbullah?
Namun, setelah perang Israel-Hamas meletus, saudara perempuan Alnaouq memutuskan tinggal di rumah Alnaouq karena merasa di sana akan lebih aman.
Sayangnya takdir berkata lain karena tidak ada satu pun yang terjamin aman dari serangan Israel.
“Saat itu pukul 4 atau 5 pagi ketika mereka ditargetkan, dan saya sedang tidur, tetapi saya bangun tiba-tiba, panik karena suatu hal dalam tidur saya,” ujar dia.
“Saya bangun dan mengaktifkan ponsel dan mendengar kabar dari teman saya yang tinggal di sana. Dia memberi tahu saya bahwa rumah saya dibom dan keluarga saya tewas.
Dua saudara perempuannya tidak berada di rumah saat serangan terjadi. Namun, Alnaouq kehilangan kontak dengan salah satunya.
“Hati saya hancur. Sangat, sangat, sangat sudah untuk menjelaskannya sekarang,” kata dia.
Baca juga: Ekspor Senjata Jerman ke Israel Naik Hampir 10 Kali Lipat Sejak Pecah Perang di Gaza
Alnaouq menyesalkan serangan itu karena menargetkan bangunan warga sipil. Dia menyebut tidak ada satu pun militan atau aktibitas militer di area tempat tinggal keluarganya.
“Mereka (Israel) ingin membunuh sebanyak mungkin warga Palestina untuk mengintimidasi yang lainnya agar meninggalkan Jalur Gaza dan berpindah ke Sinai.
Alnaouq turut mengkritik media Barat yang menurutnya membela Israel.
Kata dia, Israel tidak bisa melancarkan serangan jika tidak mendapat “lampu hijau” dari media barat.
“Media Barat memberi Israel situasi yang tepat untuk melakukan sebanyak mungkin pembunuhan terhadap warga Palestina. Media Barat selalu menutupi dan memberikan pembenaran kepada orang Israel ketika mereka melakukan pembantaian terhadap warga Palestina.
Kendati demikian, Alnaouq menyebut masih ada sejumlah warga di negara-negara Barat yang mendukung Palestina. Hal itu ditunjukkan dengan adanya aksi unjuk rasa besar-besaran yang rutin digelar.
“Mereka menyukai perdamaian dan mereka menginginkan gencatan senjata. Sayangnya, pemerintah tidak memahami kehendak rakyatnya dan tidak mendengarkan apa yang sebenarnya diinginkan rakyat.
Baca juga: Dua Pekan Masuk Gaza, Jumlah Korban Tewas Tentara Israel Melonjak, Netanyahu Tak Mau Berhenti
Tuding Israel rasis
Alnaouq mengklaim sudah ada 10.000 orang yang tewas sejak perang meletus tanggal 7 Oktober lalu.
Meski korban jiwa sudah banyak, Israel mengatakan perang saat ini masih berada pada tahap awal. Perang mungkin bisa berlangsung sampai setahun hingga Israel melenyapkan Hamas.
“Saya pikir tentara Israel dan rezim Israel itu rasis. Mereka apa dasarnya rasis dan inilah apa yang mereka katakan," katanya.
“Mereka berkata bahwa saat ini mereka menangani manusia binatang. Mereka melihat kami sebagai manusia binatang,” kata dia menambahkan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memang menyebut pihaknya sedang bertempur melawan “manusia binatang” di Gaza.
Alnaouq mengatakan akan ada lebih banyak pembantaian dan genosida dalam beberapa hari ke depan jika masyarakat internasional tidak ikut campur dalam konflik Israel-Palestina.
Baca juga: Perang 10 Jam di Utara Gaza, Militer Israel Klaim Rebut Benteng Hamas
(Tribunnews/Febri)