Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Regulator keuangan Israel telah meminta bank-bank komersial untuk berhati-hati ketika mengeluarkan dividen dan melakukan pembelian kembali saham, dengan alasan perlunya tetap konservatif dan memberikan kredit ketika negara sedang berperang dan perekonomian akan melambat.
Dalam suratnya kepada bank-bank, Pengawas Bank Daniel Hahiashvilli mengatakan sejak konflik antara Israel dan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023, perkiraan ekonomi telah direvisi turun dan mungkin masih belum mencerminkan penurunan yang diharapkan.
Dia juga memperkirakan pasar keuangan bergejolak, risiko kredit meningkat dan kerugian pinjaman kemungkinan akan meningkat secara signifikan.
Baca juga: Utang Israel Makin Bengkak Jadi 8 Miliar Dolar AS Akibat Perang Lawan Hamas
“Saat memeriksa rencana modal dan keputusan pembagian dividen, Anda harus mempertimbangkan kondisi baru dan dampak yang terkait dengan hal tersebut, dan untuk memverifikasi bahwa Anda memiliki bantalan modal yang cukup untuk menghadapi berbagai risiko,” ujar Hahiashvilli.
Meski begitu, Hahiashvilli menegaskan sistem perbankan memasuki masa perang dalam keadaan kuat dengan likuiditas tinggi dan penyangga modal yang memadai.
Ia juga tidak melarang dividen dan pembelian kembali seperti yang dilakukan bank sentral pada awal pandemi Covid-19.
“Seiring dengan kenaikan suku bunga, bank-bank telah memperoleh keuntungan besar sejauh ini dan meningkatkan pembayaran dividen pada kuartal II (April-Juni) 2023 hingga sebesar 40 persen dari laba bersih,” katanya.
Adapun bank terbesar Israel, Leumi mengatakan pihaknya akan menyisihkan kerugian pinjaman hingga 1,1 miliar shekel atau sekitar 270 juta dolar AS pada kuartal III (Juli-September) 2023 untuk melindungi dirinya dari konsekuensi perang Israel dengan Hamas.
"Sementara bank-bank lain belum membuat pengumuman, antisipasi kemerosotan makro memerlukan ketentuan lebih lanjut," kata Jefferies Joseph Dickerson, analis di Wall Street,
"Kesimpulan dari analisis 'burndown' neraca kami menunjukkan bahwa bank mempunyai modal yang cukup untuk menyerap kerugian,” pungkasnya.