TRIBUNNEWS.COM -- Di tengah perjuangan mengusir Rusia, para pemimpin di Ukraina justru berkonflik.
Perang kata-kata di media Barat pun menggambarkan betapa Presiden Volodymyr Zelensky dengan panglima angkatan bersenjata Ukraina, Jenderal Valery Zaluzhny tidak kompak lagi.
Mereka bahkan terlihat saling menyerang di media.
Berawal dari sebuah pernyataan Zaluzhny di The Economist bahwa konflik dengan Rusia telah menemui jalan buntu.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-636, Lagi-lagi AS Kirim Bantuan untuk Zelensky
Zaluzhny menambahkan bahwa Rusia pada akhirnya akan menang karena populasinya yang lebih besar dan sumber daya yang lebih besar.
Zelensky langsung mencak-mencak dan menganggap pernyataan Zaluzhny tersebut sebagai kesalahan besar.
Ia menganggap kalau bos militer negaranya itu telah memasuki ranah politik.
Zelensky menyindir dengan sinis mengatakan “jika seorang militer memutuskan untuk berpolitik, itu adalah haknya, maka dia harus terjun ke dunia politik dan kemudian dia tidak bisa menghadapi perang.”
Mantan pelawak itu pun menyebut jika seorang pimpinan militer berpolitik makan dia sebaiknya meninggalkan dunia militer.
"Anda berperilaku sebagai politisi dan bukan sebagai orang militer, dan saya pikir itu adalah kesalahan besar,” tambah Zelensky.
“Dengan segala hormat kepada Jenderal Zaluzhny dan semua komandan yang berada di medan perang, terdapat pemahaman mutlak mengenai hierarki dan hanya itu, dan tidak boleh ada dua, tiga, empat, lima [pemimpin],” Zelensky mengatakan kepada tabloid Inggris tersebut.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-636, Lagi-lagi AS Kirim Bantuan untuk Zelensky
Sesuai dengan hukum dan di masa perang, lanjutnya, hal ini bahkan tidak bisa dibicarakan. Itu tidak mengarah pada persatuan bangsa.”
Sebelum wawancara Zaluzhny dengan The Economist, sebuah laporan di The Times menyatakan bahwa Zaluzhny telah mendesak Zelensky untuk membatalkan serangan balasan musim panas Ukraina terhadap pasukan Rusia, namun Zelensky menolaknya.
Militer Ukraina akhirnya kehilangan lebih dari 90.000 tentara selama serangan Juni-Oktober dan 13.700 tentara lainnya sepanjang bulan ini, menurut angka terbaru dari Kementerian Pertahanan Rusia.