Namun, janji tersebut sepertinya tidak akan banyak membantu menghilangkan ketakutan komunitas Muslim di negara tersebut.
Baca juga: Siapakah Geert Wilders, Calon PM Belanda Berjulukan Orang Paling Bahaya di Eropa yang Anti Islam
Organisasi-organisasi Islam dan Maroko di Belanda menyatakan keterkejutan dan kekecewaan atas hasil pemilu itu.
“Ada kecemasan dan ketakutan yang sangat besar,” kata Habib el-Kaddouri dari asosiasi Belanda-Maroko, kepada media lokal Belanda.
“Wilders dikenal karena gagasannya tentang Muslim dan Maroko."
"Kami takut dia akan menggambarkan kami sebagai warga negara 'kelas dua',” tambah Kaddouri.
Anggota komunitas Muslim di Belanda kini takut akan masa depan mereka.
“Semua orang membicarakan jaminan sosial, tapi saya tidak tahu apakah kita masih memilikinya,” kata Muhsin Koktas, yang pemimpin sebuah organisasi Islam, dalam sebuah wawancara dengan media lokal.
“Saya tidak tahu apakah umat Islam masih aman di Belanda. Saya khawatir dengan negara ini,” kata Koktas.
Baca juga: Politisi anti-Islam Geert Wilders menang secara dramatis dalam pemilu Belanda
Ia menambahkan bahwa masa yang sangat sulit akan dimulai bagi umat Islam.
Tokoh-tokoh sayap kanan di seluruh Eropa termasuk Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, Marine Le Pen dari Prancis, Matteo Salvini di Italia, dan AfD Jerman bergegas mengucapkan selamat kepada pemimpin PVV tersebut.
Ketua tiga partai terbesar di Belanda semuanya mengatakan bahwa mereka tidak mau bertugas dalam kabinet yang dipimpin PVV.
Namun, mengingat besarnya mandat yang diterima Wilders, mereka mungkin menghadapi tekanan untuk memberikan kesempatan kepada PVV untuk berkuasa.
Pada tahun 2016, Wilders pernah dihukum karena diskriminasi setelah ia menyebut orang Maroko sebagai “sampah”.
Manifesto partainya berbunyi, "Kami ingin mengurangi jumlah umat Islam di Belanda dan kami akan mencapainya melalui: pengurangan imigrasi non-Barat dan memberlakukan penghentian suaka secara umum."
Wilders juga pernah berjanji untuk menghentikan pembangunan masjid baru, menerapkan larangan mengenakan jilbab di gedung-gedung pemerintah, dan membandingkan Islam dengan ideologi totaliter yang harus dilarang.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)