TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bertemu dengan keluarga sandera yang kembali ke Israel pada Selasa (5/12/2023) dalam sebuah pertemuan yang penuh kritikan kepada pemerintah Israel.
Pertemuan itu digelar beberapa hari setelah gencatan senjata sementara antara Israel dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) berakhir pada Jumat (1/12/2023).
Dari total 240 orang yang disandera Hamas di Jalur Gaza, kurang lebih 138 orang masih ditawan di sana.
Dani Miran, yang putranya Omri disandera pada Sabtu (7/10/2023) oleh Hamas, juga hadir dalam pertemuan itu.
Dia mengatakan, anggota intelijen Israel merasa terhina dalam pertemuan itu dan keluar dari ruangan di tengah-tengah acara.
“Saya tidak akan menjelaskan secara rinci apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut, namun keseluruhan kinerja (pemerintah Israel) ini jelek, menghina, berantakan,” katanya kepada Channel 13 Israel, Selasa (5/12/2023).
Baca juga: The Jerusalem Post Hapus Berita yang Tuduh Mayat Bayi Palestina adalah Boneka
Ia mengatakan pemerintah telah membuat “lelucon” mengenai masalah sandera ini.
"Mereka (pemerintah Israel) bilang 'kami sudah melakukan ini, kami sudah melakukan itu.' (Pemimpin Hamas di Gaza, Yahya) Sinwar adalah orang yang mengembalikan rakyat kami, bukan mereka. Saya marah karena mereka (pemerintah Israel) mengatakan mereka (Hamas) mendikte sesuatu. Mereka (Hamas) tidak mendikte satu langkah pun," katanya.
Pertemuan itu dimaksudkan sebagai forum bagi para sandera yang dibebaskan untuk menceritakan kepada para menteri Israel tentang pengalaman mereka selama disandera.
“Itu adalah pertemuan yang sangat bergejolak, banyak orang berteriak,” kata Jennifer Master, yang rekannya, Andrey, menjadi sandera.
Pemerintah Israel mengatakan sejumlah perempuan dan anak-anak masih berada di tangan Hamas.
Sementara keluarga yang memiliki kerabat laki-laki dewasa yang disandera telah menyerukan agar mereka tidak dilupakan.
“Kami semua berusaha memastikan orang-orang yang kami cintai pulang ke rumah. Ada yang menginginkan perempuan yang ditinggalkan atau anak-anak yang ditinggalkan, dan ada pula yang mengatakan kami menginginkan laki-laki,” kata Jennifer Master kepada Channel 13 Israel.
Baca juga: Profesor di Doha: Hamas Masih Utuh, Hanya Sebagian Kecil Anggotanya yang Terbunuh oleh Israel
Sandera Israel Takut Terbunuh dalam Serangan IDF
Seorang wanita Israel yang dibebaskan oleh Hamas, yang berbicara dengan syarat anonim, menceritakan ketakutannya selama masih disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.
Ia diculik dari Kibbutz Nir Oz saat Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) di perbatasan Jalur Gaza dan Israel.
“Saya berada di sana dan saya tahu betapa sulitnya berada di sana,” kata wanita itu, mengingat hari-hari saat menjadi sandera.
“Kami duduk di dalam terowongan dan kami sangat takut, tapi bukan karena Hamas melainkan takut Israel akan membunuh kami, dan kemudian mereka akan berkata, 'Hamas yang membunuhmu',” lanjutnya.
Ia memohon agar pemerintah Israel memulai lagi penukaran sandera agar orang-orang yang masih ditahan oleh Hamas segera dibebaskan.
"Jadi, saya mohon sesegera mungkin untuk mulai menukar tahanan dan semua orang harus kembali ke rumah. Tidak ada prioritas. Semua orang penting," katanya.
Baca juga: Tentara Israel Tewas Diserang Brigade Al-Quds, Sejumlah Kendaraan Militer Dilaporkan Hancur
Setelah gagalnya perpanjangan gencatan senjata sementara pada Jumat (1/12/2023), Hamas masih menahan kurang lebih 138 orang di Jalur Gaza.
Diperkirakan ada 100 orang sandera sipil dan sisanya adalah tentara Israel yang ditangkap ketika Hamas menyerbu pangkalan militer Israel pada 7 Oktober 2023.
Sebelumnya, Hamas membebaskan 81 warga Israel dan 24 warga negara asing selama gencatan senjata sementara pada Jumat (24/11/2023) hingga Jumat (1/12/2023).
Selain kampanye menghancurkan Hamas, Israel mengatakan memprioritaskan pencarian sandera, dengan menghujani Jalur Gaza dengan serangan udara yang dapat membahayakan nyawa sandera.
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.
Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 16.248 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Rabu (6/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Anadolu.
Selain itu, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di Tepi Barat, wilayah yang dipimpin Otoritas Pembebasan Palestina (PLO).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel