TRIBUNNEWS.COM - Seorang profesor dan penulis terkemuka asal Gaza, Refaat Alareer sempat mengucapkan bahwa dirinya dan keluarga tidak punya tempat untuk pergi.
Pesawat tempur Israel tanpa henti membombardir Gaza utara sejak perang Israel dan kelompok militan Hamas Palestina pecah pada 7 Oktober 2023.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memerintahkan warga sipil untuk segera meninggalkan rumah mereka dan pindah ke selatan.
Saat itu juga, Refaat Alareer mempertimbangkan apakah tetap bertahan di rumahnya atau melarikan diri ke selatan bersama istri dan enam anaknya.
Dilansir CNN, warga sipil layaknya Alareer dihadapkan pada tragedi, bila tetap di rumah tentu berisiko terbunuh tapi mencoba melarikan diri tanpa perlindungan.
Baca juga: Taylor Swift dan Selena Gomez Semarakkan Acara Penggalangan Dana untuk Gaza di New York
Pada Oktober kemarin, Refaat Alareer mengatakan kepada CNN bawa dirinya dan keluarga tidak punya pilihan selain menetap di Gaza utra.
"Kami tidak punya tempat lain untuk pergi," kata Refaat Alareer kepada CNN kala itu.
Sebagai profesor sastra komparatif di Universitas Islam Gaza, Refaat Alareer punya peran penting dalam membina penulis muda Palestina.
Alareer berbicara kepada CNN dari Kota Gaza, pada 12 Oktober dan 13 Oktober 2023.
Ia memberikan persetujuan melalui pesan tertulis untuk membagikan rekaman tersebut jika dia meninggal.
Beberapa minggu kemudian, pada tanggal 7 Desember, Alareer terbunuh dalam serangan di Shajaiya, di Gaza utara, teman dan koleganya, Jehad Abusalim, mengonfirmasi kepada CNN.
"Refaat Alareer tinggal bersama saudara laki-lakinya, saudara perempuannya, dan keempat anaknya, yang juga terbunuh," menurut Abusalim, seorang penulis berusia 35 tahun, yang tinggal di Washington, DC.
Dia meninggalkan istri dan anak-anaknya yang berusia 7 dan 21 tahun.
CNN belum dapat menghubungi anggota keluarga Alareer.
Baca juga: Media Israel: 20 Persen Tentara IDF yang Tewas di Gaza Kena Tembak Teman Sendiri