TRIBUNNEWS.COM - Brigade al-Qassam telah melakukan serangan paling mematikan selama perang dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza.
Sayap militer Hamas itu telah melakukan serangan paling mematikan di lingkungan Shujayea di Kota Gaza dengan alat peledak berkekuatan tinggi.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut telah menewaskan setidaknya 10 tentara Israel.
Dikutip dari Al Jazeera, Brigade al-Qassam juga mengatakan, pasukannya menyerang empat tank Merkava Israel dan empat pengangkut personel militer di daerah Sheikh Radwan, Gaza.
Sementara itu, militer Israel mengatakan, serangan yang dilakukan Brigade al-Qassam merupakan serangan paling mematikan yang pernah dilakukan sejak invasi darat ke Gaza dimulai.
Serangan di lingkungan perkotaan yang padat terjadi setelah militer berulang kali mengklaim mereka telah melanggar struktur komando Hamas di Gaza utara.
Baca juga: Terancam Kehilangan Dukungan AS, Netanyahu Tegaskan Israel akan Terus Serang Gaza sampai Hamas Kalah
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersumpah untuk terus melanjutkan serangan Israel di Gaza "sampai akhir".
Netanyahu juga menolak tekanan internasional untuk melakukan gencatan senjata dengan Hamas.
Dikutip dari AP News, Israel telah menuai kemarahan internasional dan kecaman yang jarang terjadi dari Amerika Serikat atas pembunuhan ribuan warga sipil.
Pada pekan ini, Majelis Umum PBB memberikan suara terbanyak untuk menuntut gencatan senjata kemanusiaan.
Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum, namun pesan yang mendukung diakhirinya perang Israel-Hamas menjadi barometer penting opini dunia.
Baca juga: Pertempuran Mematikan di Jenin, Israel Bunuh 11 Pemuda Palestina di Tepi Barat
Hanya beberapa jam sebelum pemungutan suara, Presiden AS Joe Biden memperingatkan Israel kehilangan dukungan internasional karena "pengeboman tanpa pandang bulu" di Gaza.
Biden Minta Netanyahu Berubah
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden meminta PM Israel Benjamin Netanyahu untuk berubah.
Pernyataan Biden ini berkaitan dengan serangan Israel ke Jalur Gaza yang dianggapnya sebagai "pengeboman tanpa pandang bulu".
Hal ini lantas membuat perpecahan antara Biden dengan Netanyahu semakin terlihat.
Baca juga: Israel Menderita Kerugian Terbesar Sejak Oktober, Tekanan Dunia Meningkat tapi Netanyahu Tak Peduli
Berbicara kepada para donor Partai Demokrat di Washington, Biden menyuarakan kritik terhadap pemerintah garis keras Israel dan mengatakan Netanyahu perlu mengubah pendekatannya.
"Saya pikir dia harus berubah, dan dengan pemerintahan ini, pemerintahan di Israel membuat sangat sulit baginya untuk bergerak," kata Biden, dikutip dari CNN.
Biden bahkan menyebut pemerintahan Netanyahu sebagai "pemerintahan paling konservatif dalam sejarah Israel".
Dia memperingatkan dukungan terhadap kampanye militer negara tersebut semakin berkurang di tengah pemboman besar-besaran di Gaza.
Biden menambahkan pemerintah Israel "tidak menginginkan solusi dua negara".
Baca juga: Tentara Israel yang Tewas di Gaza Bertambah, Disebut-sebut karena Netanyahu Terus Berbohong
Presiden AS itu mengatakan, memang Israel "didukung oleh sebagian besar negara di dunia".
Namun, Biden mengatakan saat ini Israel mulai kehilangan dukungan karena pemboman tanpa pandang bulu yang terjadi.
Berbicara sebelum komentar Biden pada penggalangan dana, Netanyahu mengakui pada hari Selasa, dia dan Presiden AS tidak setuju mengenai apa yang harus terjadi di Gaza setelah perang.
"Ya, ada perbedaan pendapat mengenai 'hari setelah Hamas' dan saya berharap kita juga akan mencapai kesepakatan di sini," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
Kedua pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang paling jujur hingga saat ini terkait dengan perbedaan pendapat yang terus-menerus terjadi antara Israel dan Amerika Serikat.
Baca juga: Israel Mengalami Kekalahan Terburuk di Gaza: 15 Tentara Tewas Termasuk Kolonel dan Letkol
Sebelum perang pecah, Biden telah terbuka dalam kritiknya terhadap koalisi pemerintahan Netanyahu, yang mencakup partai-partai sayap kanan.
Namun, ia lebih banyak mendukung Netanyahu di depan umum sejak konflik dimulai, meskipun banyak kritik terhadap kampanye Israel.
Netanyahu berulang kali ditanya mengenai visinya mengenai Gaza pascaperang dalam wawancara dengan media internasional sejak tanggal 7 Oktober.
Netanyahu mengatakan, ia melihat adanya peran dari "semacam otoritas sipil Palestina", meskipun hanya satu hal yang perlu dilakukan.
"Saya ingin memperjelas posisi saya: Saya tidak akan membiarkan Israel mengulangi kesalahan di Oslo," ucap Netanyahu sebelum pidato Biden pada acara penggalangan dana Partai Demokrat, Selasa (12/12/2023).
Komentar Biden pada hari Selasa – khususnya, bahwa pemerintah Israel saat ini "tidak menginginkan solusi dua negara" – menunjukkan perbedaan besar dengan mitranya dari Israel.
(Tribunnews.com/Whiesa)