TRIBUNNEWS.COM - Seorang pemeluk Kristen di Betlehem Palestina, Sabrina Mukarker, mengatakan Natal tahun 2023 terasa berbeda dengan Natal sebelumnya.
Itu karena perang masih berlangsung di Gaza.
Sabrina Mukarker mengaku anak-anaknya menangis karena tak bisa merayakan Natal.
“Anak-anak saya banyak menangis, bertanya mengapa kami tidak merayakannya seperti orang lain di seluruh dunia,” ujarnya kepada Al Jazeera, Senin (25/12/2023).
Sabrina menambahkan anak-anaknya bisa merasakan perang yang terjadi di Gaza.
“Secara emosional, kami (dia dan suaminya, Charlie Zaidan) belum stabil akhir-akhir ini (karena perang di Gaza), dan anak-anak dapat merasakannya,” ungkapnya.
“Kami (sebelumnya) menghabiskan Natal dengan cara yang sangat meriah, memutar musik Natal, mengunjungi keluarga."
"Namun tahun ini, kami tidak dapat melakukan itu. Semangat Natal yang sebenarnya tidak ada," tuturnya.
Baca juga: Jumlah IDF yang Tewas di Gaza Terus Bertambah, Pejuang Palestina Sebut Israel Alami Rugi Besar Besar
Perayaan Natal Dihentikan karena Perang
Betlehem yang menjadi tempat kelahiran Yesus menurut Alkitab, yang biasanya ramai, kini menyerupai kota hantu, Minggu (24/12/2023).
Pasalnya, perayaan malam Natal di Betlehem dibatalkan karena perang Israel-Hamas.
Lampu-lampu perayaan dan pohon Natal yang biasanya menghiasi Lapangan Manger hilang.
Hilang pula kerumunan turis asing dan marching band pemuda yang berkumpul di kota Tepi Barat itu setiap tahun untuk menandai hari raya tersebut.
Puluhan pasukan keamanan Palestina berpatroli di lapangan kosong itu.
“Tahun ini, tanpa pohon Natal dan tanpa lampu, yang ada hanyalah kegelapan,” ujar Frater John Vinh, seorang biarawan Fransiskan dari Vietnam yang telah tinggal di Yerusalem selama enam tahun, dilansir AP News.
Baca juga: PBB Sebut Dunia Biarkan Genosida Terjadi di Gaza: Ini Tak Jauh Berbeda dengan Pembantaian