TRIBUNNEWS.COM - Militer Israel mengumumkan pada hari Senin (1/1/2024) bahwa mereka menarik sejumlah pasukan dari Gaza untuk mengalihkan mereka ke operasi yang lebih bertarget melawan Hamas, menurut laporan Reuters.
Penarikan ini bisa jadi merupakan langkah sementara tetapi paling signifikan karena ini pertama kalinya Israel menarik pasukan sejak awal perang bulan Oktober 2023 lalu, Mint melaporkan.
Dalam pernyatannya, militer Israel menyebut lima brigade, atau beberapa ribu tentara, akan dibawa keluar dari Gaza dalam beberapa minggu mendatang untuk pelatihan dan istirahat.
Selain itu, militer Israel juga telah memutuskan untuk mengembalikan sebagian tentara cadangan ke kehidupan sipil untuk membantu perekonomian negara.
Apa arti penarikan ini?
Dikutip New York Times, juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan bahwa langkah demobilisasi ini tidak menunjukkan kompromi apapun terhadap niat Israel untuk terus berperang.
Baca juga: Israel Geram, Bagaimana Caranya Senjata-Senjata China Jatuh ke Tangan Hamas Buat Musnahkan IDF?
Namun, dia mengindikasikan bahwa beberapa akan dipanggil kembali untuk bertugas di tahun yang baru.
“Sebagian dari 300.000 tentara cadangan akan mendapatkan istirahat dari perang, untuk mempersiapkan ‘pertempuran berkepanjangan’ di masa depan,” kata juru bicara militer Israel Daniel Hagari seperti dikutip AFP.
Pergerakan pasukan ini bisa menjadi sinyal bahwa pertempuran sedang dikurangi di beberapa wilayah Gaza, khususnya di bagian utara di mana militer mengatakan mereka hampir mengambil alih kendali operasional, demikian yang dilaporkan Associated Press.
Namun, Israel memperingatkan perang Gaza akan terus berlanjut sepanjang tahun 2024.
Pengumuman penarikan pasukan ini disampaikan ketika Israel masih berada di bawah tekanan dari sekutu utamanya, Amerika Serikat, untuk mulai beralih ke pertempuran dengan intensitas lebih rendah.
Hal ini terjadi menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke wilayah tersebut dan setelah pemerintahan Joe Biden mendapat persetujuan Kongres untuk kedua kalinya bulan ini untuk penjualan senjata darurat ke Israel.
Shlomo Brom, pensiunan brigadir jenderal yang pernah bertanggung jawab atas perencanaan strategis di militer Israel, mengatakan pergantian pasukan dilakukan mungkin karena tekanan AS.
Brom mengatakan hal itu menunjukkan adanya perubahan dalam cara Israel melakukan perang di beberapa wilayah.
“Perang tidak akan berhenti,” kata Brom.
“Ini adalah awal dari modus operasi yang berbeda.”
Baca juga: Turki Tangkap 33 Orang yang Diduga Jadi Mata-mata Mossad Israel
Namun, dalam penjelasannya pada hari Minggu, juru bicara militer Laksamana Muda Daniel Hagari tidak mengatakan apakah keputusan tersebut berarti Israel meluncurkan fase baru perang.
“Tujuan perang memerlukan pertempuran berkepanjangan, dan kami sedang mempersiapkannya,” katanya seperti dikutip Associated Press.
Pertempuran di beberapa bagian Gaza terus berlanjut
Pertempuran sengit masih berlanjut di wilayah lain di Gaza, khususnya kota selatan Khan Younis dan wilayah tengah Jalur Gaza.
Israel berjanji untuk melanjutkan serangannya di Gaza sampai tujuan perangnya tercapai.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya berjanji untuk membubarkan Hamas, yang telah memerintah Gaza selama 16 tahun.
Perang antara Israel dan Hamas dimulai pada 7 Oktober.
Kelompok militan Palestina melancarkan serangan mendadak di beberapa bagian Israel pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang.
Israel membalasnya dengan serangan udara, darat dan laut yang telah menewaskan lebih dari 21.900 orang di Gaza.
Dua pertiganya adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza.
Baca juga: Inggris Turun Tangan Hajar Houthi Yaman di Laut Merah, Terjunkan Rudal hingga Pesawat Tempur
Israel mengatakan lebih dari 8.000 militan telah terbunuh, tanpa memberikan bukti.
Perang telah menyebabkan 85 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi.
Gelombang besar penduduk mencari perlindungan di daerah aman yang ditetapkan Israel, namun mereka tetap saja dibom oleh militer.
Warga Palestina merasa tidak ada tempat yang aman di wilayah kecil tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)