TRIBUNNEWS.COM - Kapal induk tercanggih di dunia milik Amerika Serikat, USS Gerald R Ford, meninggalkan Timur Tengah meski perang Israel-Hamas masih berkecamuk.
USS Gerald R. Ford dilaporkan akan kembali ke pangkalannya di Norfolk, Virginia, AS.
Awalnya USS Gerald R. Ford dikerahkan ke Timur Tengah setelah perang Israel-Hamas meletus tanggal 7 Oktober lalu.
Kapal induk berbobot sekitar 100.000 ton itu sudah mangkal di Timur Tengah selama 2 bulan sebelum dipanggil untuk kembali.
Lalu, mengapa Angkatan Laut (AL) memutuskan memulangkan kapal itu?
Ayman Yousef, seorang profesor bidang politik dan hubungan internasional, menduga ada beberapa sebab di balik penarikan kapal tersebut.
"Saya pikir penarikan kapal induk USS Ford oleh pemerintah AS itu untuk memenuhi tujuan lain," kata Yousef yang mengajar di Universitas Arab-Amerika di Israel, dikutip dari Sputnik News.
"Pertama, penarikan itu adalah bagian dari keamanan nasional AS untuk memulangkannya."
Baca juga: Amerika Serikat Tolak Seruan Pejabat Israel untuk Usir Warga Palestina dari Gaza
Yousef mengatakan ada beberapa ancaman nasional yang dihadapi AS sehingga negara itu tak bisa memperpanjang pengerahan kapal tersebut di Laut Mediterania bagian timur.
"Faktor kedua, saya pikir itu adalah pesan untuk Israel agar melakukan deskalasi di medan tempur dalam agresinya ke Gaza. Seperti yang Anda tahu, [Perdana Menteri Israel] Benjamin Netanyahu tidak merespons positif dengan iniasiatif lain, dan panggilan untuk menghentikan agresi dan perangnya di Gaza," ucapnya.
Menurut Yousef, penarikan kapal itu adalah pesan kepada Netanyahu dan Israel bahwa AS sudah tidak bisa lebih memberikan waktu lebih banyak lagi.
Sebelumnya, pada bulan Desember lalu Presiden AS Joe Biden mengatakan Israel mulai kehilangan dukungan interasional atas perang brutal yang dilakukannya di Gaza.
Baca juga: Hamas Kutuk Serangan Israel yang Tewaskan Saleh al-Arouri, Tokoh Penting di Brigade Al-Qassam
Di sisi lain, pemerintahan Netanyahu menolak rencana AS tentang Gaza setelah perang berakhir.
Biden menyindir pemerintahan Netanyahu sebagai “pemerintahan paling kolot dalam sejarah Israel”.
Kata Biden Israel, tidak menginginkan solusi dua negara untuk mengatasi masalah Israel-Palestina.
AS di bawah Biden telah berulangkali mengimbau Israel untuk mengurangi operasi militernya di Gaza.
Sebagain besar pemilih Biden juga dilaporkan mendukung diadakannya gencatan senjata di Gaza.
“Dan kemudian dalam persoalan Timur Tengah, AS secara langsung mendukung negosiasi dan mediasi politik,” ujar Yousef.
Yousef mengatakan Turki, Qatar, Mesir, dan negara-negara lain mendukung gencatan senjata.
Baca juga: Israel Berencana Kirim Warga Palestina ke Kongo, Aktivis Sebut Upaya Pembersihan Etnis
Kemudian, menurut Yousef, ditariknya pasukan AS dari kawasan itu adalah “pesan jelas” kepada Israel bahwa pilihan AS saat ini bersifat politik.
“Mereka tidak bisa terus mengerahkan pasukan besar di Mediterania Timur karena mereka juga punya beberapa masalah di Laut Merah,” kata dia menjelaskan.
Meski demikian, AS telah menegaskan akan terus mengerahkan militer di kawasan itu.
AS kini mengerahkan kapal induk lainnya, USS Dwight Eisenhower, di Teluk Aden yang berada di guna menghalangi serangan kelompok Houthi di Yaman.
Selain itu, AS juga mengerahkan kapal amfibi dan transport ke kawasan Laut Mediterania bagian timur.
Baca juga: Saleh al-Arouri: Bos Hamas Paling Ditakuti AS, Jadi Target Israel, dan Kini Tewas di Tangan Zionis
Namun, situasi makin pelik setelah pasukan AS bertemu dengan kapal-kapal Houthi di Laut Merah pekan ini.
Kapal Houthi ditenggelamkan oleh AS. Iran kemudian berang dan ingin ikut campur.
Kapal perang Iran, Aborz, dilaporkan berlayar ke Laut Merah melalui Selat Bab el-Mandeb pada hari Senin.
(Tribunnews/Febri)