TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya dua ledakan dilaporkan terjadi di sekitar pemakaman Qassem Soleimani di Kerman, Iran, (3/1/2023).
Ledakan itu terjadi saat upacara memperingati empat tahun kematian Soleimani, seorang jenderal Korps Garda Revolusi Islam yang terbunuh oleh serangan pesawat tak berawak AS.
Dilaporkan Reuters, setidaknya 20 orang tewas dan 50 lainnya terluka akibat ledakan itu.
Mengutip media Iran Press TV, ribuan orang berbondong-bondong ke provinsi tenggara Kerman untuk memberi penghormatan kepada komandan tinggi anti-teror Jenderal Qassem Soleimani.
Soleimani dibunuh bersama sejumlah rekannya dalam serangan pesawat tak berawak AS pada tahun 2020 lalu di ibu kota Bagdad, Irak.
Baca juga: Hamas Bantah Klaim Garda Revolusi Iran, Serangan ke Israel Bukan Karena Kematian Jenderal Soleimani
Kampung halaman dan tempat pemakaman Jenderal Soleimani itu menjadi tuan rumah bagi banyak pengikutnya, yang terdiri dari semua lapisan masyarakat dan berbagai lapisan sosial.
Pihak berwenang Kerman mengatakan 1.300 ahli dan dosen terkemuka akan menceritakan pengorbanan Jenderal Soleimani di sela-sela peringatan kematiannya.
Mereka mengumumkan konvensi 13 forum diskusi serta mencetak 1.000 volume buku seputar karakter dan aliran pemikiran Soleimani.
Baca juga: Jenderal Qasem Soleimani Tewas Dalam Serangan Drone, AS Diperintahkan Iran Bayar Rp771 Triliun
Pejabat provinsi juga memperkirakan peningkatan 30 persen jumlah peziarah dan pengunjung ke situs pemakaman Jenderal Soleimani dibandingkan tahun lalu.
Jenderal Soleimani, komandan Pasukan Quds dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran, dan Abu Mahdi al-Muhandis, orang kedua di Unit Mobilisasi Populer (PMU) Irak, dan rekan-rekan mereka dibunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS.
Serangan tersebut disahkan oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020.
Soleimani dan al-Muhandis sangat dihormati di Timur Tengah karena peran penting mereka dalam memerangi kelompok teroris Daesh Takfiri di wilayah tersebut, khususnya di Irak dan Suriah.
Kurang dari seminggu setelah serangan itu, anggota parlemen Irak menyetujui rancangan undang-undang yang mengharuskan pemerintah mengusir semua pasukan asing pimpinan AS dari negara tersebut.
IRGC juga menargetkan pangkalan Ain al-Asad yang dikelola AS di provinsi Anbar di Irak barat dengan gelombang serangan rudal sebagai pembalasan atas pembunuhan Jenderal Soleimani.
Pengadilan atas pembunuhan Jenderal Soleimani akan diadakan dalam dua bulan
Kazem Gharibabadi, sekretaris Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia Iran, dikutip oleh kantor berita Mizan, yang berafiliasi dengan Pengadilan Iran, mengatakan pada hari Rabu bahwa persidangan atas pembunuhan Jenderal Soleimani oleh AS akan diadakan dalam dua atau tiga bulan ke depan.
Gharibabadi menyebut bahwa Republik Islam telah memberi tahu para terdakwa Amerika bahwa mereka dapat hadir di pengadilan dan membela diri atau menunjuk seorang pengacara untuk diri mereka sendiri.
“Jika para terdakwa tidak menghadirkan seorang pengacara, pengadilan akan menunjuk seorang pengacara untuk mereka," tambah Gharibabadi.
Baca juga: Gegara Patung Qasem Soleimani, Al Ittihad Ogah Bertanding di Liga Champions Asia Melawan Klub Iran
Pejabat tinggi hak asasi manusia Iran mengatakan delegasi Irak telah meyakinkan Teheran dalam kunjungannya baru-baru ini bahwa mereka akan segera menyelesaikan penyelidikan dan mengajukan dakwaan ke pengadilan.
“Kami terus melakukan kontak dan negosiasi dengan Irak dan kami meminta mereka menyelesaikan penyelidikan secepat mungkin dan mengajukan dakwaan ke pengadilan,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Iran mengumumkan pada hari Senin (1/1/2024) bahwa mereka telah mengirimkan pemberitahuan resmi kedua kepada pemerintah AS, mencari arbitrase atas pembunuhan komandan anti-teror Iran pada tahun 2020.
Pemerintah AS memiliki waktu hingga akhir April untuk menanggapi pemberitahuan tersebut, yang ditulis berdasarkan Konvensi Perlindungan Diplomat, sebuah perjanjian anti-terorisme PBB tahun 1973 tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan terhadap orang-orang yang dilindungi secara internasional, termasuk agen diplomatik.
Pemberitahuan kedua ini ditulis dan dikirim setelah Amerika Serikat gagal menanggapi pemberitahuan pertama mengenai penyelenggaraan perundingan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)