TRIBUNNEWS.com - Salah satu pemimpin Hamas, Saleh al-Arouri, tewas dalam serangan drone atau pesawat tak berawak Israel di Ibu Kota Lebanon, Beirut, Selasa (2/1/2024).
Serangan itu mengenai kantor Hamas, mengakibatkan enam orang tewas, termasuk al-Arouri, kata kantor berita Lebanon.
Hamas sendiri telah mengonfirmasi kematian al-Arouri dan mengecutnya sebagai "aksi pembunuhan pengecut" oleh Israel.
Kelompok militan Palestina itu menambahkan, serangan terhadap warga Palestina "di dalam ataupun di luar Palestina, tidak akan bisa mematahkan kegigihan dan ketabahan rakyat kami, atau merusak kelanjutan perjuangan mereka yang gagah berani."
Dikutip dari AlJazeera, al-Arouri yang berusia 57 tahun, adalah wakil kepala biro politik Hamas.
Baca juga: Bos Hamas Saleh al-Arouri Pernah Singgung Ingin Mati Syahid, Kini Tewas akibat Drone Israel
Ia merupakan salah satu pendiri kelompok sayap Hamas, Brigade al-Qassam.
Al-Arouri, yang terpilih menjadi Ketua Hamas wilayah Tepi Barat pada 4 Juli 2021, adalah sosok yang paling ditakuti Amerika Serikat (AS).
Pada November 2018, Departemen Luar Negeri AS mengalokasikan hadiah sebesar 5 juta dolar AS bagi siapa saja yang memiliki informasi terkait al-Arouri.
Dilansir Anadolu Agency, saat itu, al-Arouri menjadi "buron" bersama para pemimpin kelompok Hizbullah.
Tiga tahun sebelumnya, tepatnya pada 2015, Departemen Keuangan AS telah memasukkan al-Arouri dalam daftar terorisme.
Sementara itu, sebelum Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sempat mengancam akan membunuhnya.
"Siapapun yang mencoba menyakiti kami, siapapun yang mendanai, siapapun yang mengorganisir, siapapun yang mengirimkan teror terhadap Israel, akan menanggung akibatnya," kata Netanyahu pada akhir Agustus 2023.
Ancaman itu dilontarkan Netanyahu seharu setelah al-Arouri mengatakan pemerintah Israel akan menderita "kekalahan besar, yang akan menyebabkan penarikan mereka dari seluruh Tepi Barat."
Lalu, pada 25 Oktober 2023, surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, mengumumkan enam pemimpin Hamas, termasuk al-Arouri, menjadi target pasukan Zionis.
Bahkan, sebelumnya, Yedioth Ahronoth pernah mengatakan al-Arouri mungkin berada di urutan teratas daftar yang menjadi target pembunuhan Israel.
Pada 31 Oktober 2023, tentara Israel menyerbu rumah al-Arouri di kota Arura, dekat Ramallah di Tepi Berat.
Penyerbuan itu terjadi setelah berhari-hari operasi besar-besaran yang dilakukan tentara Israel terhadap Hamas di kota tersebut.
Seiring penggerebakan itu, tentara Israel menjadikan rumah al-Arouri sebagai pusat investigasi.
Profil Saleh al-Arouri
Baca juga: Macron Serukan Israel Hindari Eskalasi Usai Tewasnya Saleh Al-Arouri, Takut Perang Meluas ke Lebanon
Saleh al-Arouri lahir di Kota Arura, dekat Kota Ramallah di Tepi Barat pada 1966.
Ia bersekolah di sekolah lokal untuk pendidikan dasar dan lulus sekolah menengah pada 1984.
Setelahnya, al-Arouri mendaftar ke Universitas Hebron di Tepi Barat bagian selatan dan lulus dengan gelar sarjana di bidang Syariah Islam pada 1992.
Sejak remaja, al-Arouri bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan memimpin Aksi Mahasiswa Islam di Universitas Hebron pada 1985.
Setelah Hamas didirikan pada akhir 1987 oleh Ikhwanul Muslim, al-Arouri bergabung.
Al-Arouri pernah dipenjara oleh tentara Israel dalam penahanan administratif tanpa pengadilan untuk jangka waktu terbatas antara tahun 1990-1992, karena keterlibatannya dengan Hamas.
Ia dianggap sebagai salah satu pendiri Brigade al-Qassam, kelompok sayap Hamas.
Saat menjadi buron tentara Israel, ia mendirikan sel-sel aparat militer Brigade al-Qassam di Tepi Barat antara 1991-1992.
Lalu, di tahun 1992, ia kembali ditangkap oleh tentara Usrael dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena aksinya itu.
Sepanjang masa penahanannya, ia memainkan peran penting dalam memimpin Hamas dan berjuang melawan administrasi penjara.
Al-Arouri dibebaskan pada 2007, namun Israel menangkapnya kembali tiga bulan kemudian.
Ia ditahan selama tiga tahun hingga tahun 2010.
Mahkamah Agung Israel kemudian memutuskan untuk membebaskan al-Arouri dan mengasingkannya dari Palestina.
Ia kemudian dideportasi ke Suriah, di mana al-Arouri tinggal selama tiga tahun sebelum hidup sebagai pengembara di beberapa negara.
Baca juga: Bos Hamas Saleh al-Arouri Tewas di Lebanon, Hizbullah Ngamuk Beri Ancaman Balas Dendam ke Israel
Terakhir, al-Arouri pindah ke Lebanon sampai pembunuhannya pada 2 Januari 2023, kemarin.
Setelah dibebaskan pada 2010, al-Arouri terpilih sebagai anggota biro politik Hamas.
Al-Arouri adalah salah satu negosiator Hamas untuk menyelesaikan kesepakatan pertukaran tahanan pada 2011 dengan Israel melalui mediasi Mesir.
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Gilad Shalit, seorang tentara Israel yang ditawan oleh Hamas, dibebaskan dengan imbalan pembebasan 1.027 tahanan Palestina dari penjara Israel.
Pada 31 Juli 2021, al-Arouri terpilih kembali menjadi wakil kepala biro politik Hamas untuk kedua kalinya.
Selain jabatan tersebut, ia juga berperan sebagai pemimpin gerakan di Tepi Barat.
Pada 9 Oktober 2017, ia terpilih kembali sebagai wakil kepala biro politik.
Selanjutnya, al-Arouri terpilih menjadi ketua Hamas wilayah Tepi Barat pada 4 Juli 2021.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)