Terusir dari Tanah Jajahan, Pemukim Utara Israel Tak Bisa Segera Kembali ke Rumah Mereka
TRIBUNNEWS.COM - Para pemukim Israel di wilayah utara, dekat perbatasan dengan Lebanon dilaporkan terusir dari tanah pendudukan mereka saat eskalasi pertempuran IDF dan Hizbullah kian panas.
Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengutip seorang perwira tentara, melaporkan kalau tidak akan ada pengembalian segera bagi penduduk yang dievakuasi dari pemukiman di utara ke rumah mereka tersebut.
Surat kabar itu menambahkan, Kementerian Keuangan Israel kini sedang bekerja keras untuk menemukan solusi dalam anggaran tahun 2024 bagi pemukiman di utara yang dievakuasi.
Israel memang memberi kompensasi bagi puluhan ribu pemukim mereka di zona merah untuk dievakuasi ke wilayah yang dianggap aman dari serangan.
Baca juga: Kiryat Shmona Zona Merah, Walikota Perintahkan Pemukim Israel Mengungsi: Yakin Pembalasan Hizbullah
Sementara itu, saat berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kemarin, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan prioritas Tel Aviv di front utara adalah memulangkan penduduk ke rumah mereka setelah memperbaiki situasi keamanan saat ini.
Ketegangan antara Israel dan Hizbullah Lebanon telah meningkat sejak Tel Aviv melancarkan bombardemen genosida terhadap Gaza pada 7 Oktober.
Eskalasi tersebut semakin meningkat setelah serangan pesawat tak berawak Israel terhadap pemimpin Hamas dan Hizbullah di Lebanon.
Baca juga: Hamas Melemah Seusai Saleh Al- Arouri Tewas? IDF Salah Besar, Brigade Al Qassam Muncul di Depan Muka
Hizbullah Paksa Seperempat Juta Warga Israel Jadi Pengungsi
Aksi milisi perlawanan Lebanon, Hizbullah menyerang teritorial dan infrastruktur Israel, memang menjadi ancaman menakutkan bagi pemukim Yahudi di perbatasan Utara kedua negara.
Ketakutan itu semakin menjadi karena para pemukim Israel menganggap para petugas keamanan maupun militer Israel (IDF) belum menemukan cara untuk menghentikan serangan dan dampak bencana yang ditimbulkan aksi Hizbullah tersebut.
Baca juga: Hizbullah Rilis Video Roket Anti-Tank Hantam Tentara IDF, Pemukim Israel di Perbatasan Frustasi
Dampaknya, mengutip laporan The Wall Street Journal pada Sabtu (30/12/2023), jumlah warga Israel yang mengungsi dari wilayah pendudukan utara akibat serangan Hizbullah telah melampaui 230.000 pemukim,
Media Israel awal pekan ini melaporkan, ketakutan meningkat di kalangan pemukim Israel di wilayah utara Hizbullah di Lebanon terus melakukan operasi penyerangan setiap hari tanpa ada tanda-tanda kalau mereka terlindungi oleh aksi apa pun yang dilakukan IDF.
Baca juga: Media Israel: IDF Gagal Pukul Mundur Pasukan Khusus Radwan Hizbullah Melewati Sungai Litani
Pencegahan Saja Tidak Cukup
Selama lebih dari 80 hari, warga Israel di pemukiman di utara dilaporkan WSJ berada dalam kegelisahan yang mencekam.
"Mereka (warga pemukim Israel di Utara) mengantisipasi perang yang akan segera terjadi," lapor outlet tersebut.
Warga pemukim Israel disebut takut terjadi perang karena mereka memahami besarnya risiko yang ditimbulkannya, terutama setelah menyaksikan operasi Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan kelompok milisi Perlawanan Palestina di Gaza.
Channel 13 melaporkan pada Jumat lalu kalau warga Israel di Utara sedang mengalami gangguan mental karena "dampaknya tidak terbatas pada situasi keamanan namun juga mencakup situasi psikologis dan ekonomi."
Menurut WSJ, operasi Hamas 7 Oktober bertajuk Banjir Al Aqsa telah membuktikan kalau pencegahan “saja tidak cukup,”.
Perang terbuka lintas perbatasan, tulis laporan, sejauh ini belum terjadi karena kedua belah pihak menyadari risiko hancur-hancuran bagi keduanya saat konflik terbuka pecah.
"Dan hal ini juga berlaku pada pemahaman lama kalau skenario saling menghancurkan telah menghalangi perang baru antara entitas pendudukan Israel dan Hizbullah Lebanon," tulis laporan tersbeut.
Baca juga: Ungkap Kelemahan Besar Israel, Mayor Jenderal IDF: Pasukan Radwan Hizbullah Bisa Acak-acak Haifa
Endus Gelagat Banjir Al Aqsa II
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan pejabat tinggi pemerintahannya telah berulang kali memperingatkan Israel agar tidak memperluas perang dengan Hizbullah.
Biden khawatir kalau Israel tidak akan mampu menangani kedua front dengan berperang melawan milisi Lebanon sementara tengah bertempur melawan milisi pembebasan Palestina di Gaza.
Baca juga: Cueki AS, Israel Mau Gempur Lebanon: Hizbullah Punya 150 Ribu Rudal, IDF Tak Siap Perang Multifront
Dalam laporan sebelumnya, WSJ melaporkan kalau pejabat tinggi militer dan keamanan di Israel sejatinya bernafsu untuk melancarkan serangan “pencegahan” terhadap Lebanon dan Hizbullah, hanya beberapa hari setelah dimulainya operasi Perlawanan Gaza.
Namun, Biden secara pribadi turun tangan untuk menghentikan sekutu terdekat AS tersebut.
Biden mengambil langkah ini karena takut akan meluas menjadi perang regional.
Di sisi lain, Biden juga merasa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu enggan dan memiliki pandangan yang sama untuk tidak meladeni Hizbullah.
Namun Israel rupanya tetap ngotot menggempur Hizbullah di Lebanon.
Baca juga: Ngebom Tanpa Izin AS, Israel Cuci Tangan: Kami Tak Targetkan Hizbullah, Hamas: Pengecut!
Secara rinci, saat itu Israel kemudian mengumumkan kalau mereka memiliki informasi yang “kredibel” kalau Hizbullah merencanakan serangan lintas batas serupa Operasi Banjir Al Aqsa Hamas.
Tokoh militer dan intelijen AS terkemuka, termasuk Direktur CIA William Burns dan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, kemudian segera menggelar pertemuan penting untuk membahas pernyataan Israel.
Setelah rapat tersebut, Washington menyimpulkan kalau mereka tidak akan mendukung tindakan berisiko tersebut, karena tidak sejalan dengan informasi intelijen mereka sendiri.
(oln/wsj/almydn/*)