TRIBUNNEWS.COM - Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza ke hadapan Mahkamah Internasional pada Jumat (29/12/2023).
Sidang pertama berlangsung pada Kamis (11/1/2024) di Den Haag, Belanda.
Sebelum Afrika Selatan mengajukan gugatan itu, tidak ada negara yang melakukannya termasuk negara-negara Arab yang dulu berbagi wilayah dan sejarah dengan Palestina.
Profesor Hubungan Internasional di Universitas Qatar, Ahmed Jamil Azm, menganalisa alasan diamnya negara-negara Arab terhadap genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Profesor Azm mengatakan sisi positif dari Afrika Selatan adalah negara non-Arab yang menggugat Israel.
"Ini menunjukkan bahwa isu tersebut (agresi di Gaza) bukan sekedar pihak Arab melawan Israel. Selain itu, Afrika Selatan memiliki keahlian dan pengalaman dalam isu penggunaan hukum internasional," katanya kepada Al Jazeera.
Di sisi lain hal itu menunjukkan negara-negara Arab belum menggunakan semua alat hukum dan diplomasi untuk membela orang-orang Arab di wilayah itu.
Tekanan Amerika Serikat
Profesor Azm melanjutkan, Amerika Serikat (AS) di masa lalu memberikan tekanan besar terhadap Palestina dan Arab agar tidak menggunakan hukum internasional.
Ia mengambil contoh ketika Presiden AS saat itu, Barack Obama, memperingatkan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, ketika Palestina mencari keanggotaan permanen di PBB dan masuk dalam perjanjian internasional.
"Tindakan di PBB tidak akan menghasilkan negara Palestina," kata Barack Obama kepada Mahmoud Abbas seperti diberitakan France24 pada 22 September 2011.
Baca juga: Bos Houthi Sindir Arab Saudi soal Agresi Israel di Gaza: Mereka Agen AS di Timur Tengah
Tekanan lainnya juga terjadi ketika AS menarik diri dari UNESCO dan membekukan keanggotaannya sebagai protes karena Palestina diterima sebagai bagian dari UNESCO.
"Dengan demikian, AS juga memberikan perlindungan hukum dan politik kepada Israel dan bukan hanya dukungan militer," kata Profesor Azm.
Berdasarkan peristiwa tersebut, kata Profesor Azm, AS memberikan tekanan besar kepada negara-negara Arab agar tidak menggunakan hukum internasional atau organisasi internasional untuk kepentingan Palestina.
AS Pernah Melobi Mesir saat Gugat Israel di PBB
Profesor Azm juga menjelaskan satu peristiwa yang pernah diajukan oleh Mesir, salah satu negara Arab, terhadap Israel di PBB.
Mesir merancang teks Resolusi Nomor 2334 tentang permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem yang tidak memiliki keabsahan hukum dan merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.
Resolusi itu disetujui oleh Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Desember 2016.
AS saat itu dipimpin Barack Obama di akhir masa jabatannya.
Penggantinya, Donald Trump, melobi Mesir untuk menarik resolusi itu dengan imbalan janji akan menyelesaikan masalah Palestina dan meningkatkan hubungan AS-Mesir, namun Mesir tidak menariknya.
Dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB, resolusi itu mendapatkan 14 suara positif dan AS memilih abstain.
Namun, Israel mengatakan hal itu tidak menghalangi mereka untuk memperluas pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem.
"Kegagalan negara-negara Arab dalam menggunakan Mahkamah Internasional terutama disebabkan oleh tekanan Amerika," kata Profesor Azm.
Hamas Palestina vs Israel
Ketegangan Israel dan Hamas di Jalur Gaza masih berlanjut.
Setelah Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Jalur Gaza.
Israel memperkirakan masih ada sekitar 137 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza setelah pertukaran sandera pada akhir November 2023.
Jumlah korban jiwa di pihak Palestina di Jalur Gaza terhitung 23.469 hingga Jumat (12/1/2024) dan 1.200 orang tewas di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Tercatat 340 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Selasa (9/1/2023) setelah pasukan Israel yang melakukan penyerbuan besar-besaran.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel