TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menyebut Iran merupakan biang kerok masalah di kawasan Timur Tengah.
Tanpa senjata nuklir, menurut Netanyahu, Iran sudah bisa melakukan banyak hal melalui proksinya, antara lain Hamas, Houthi, hingga Hizbullah.
Tiga kelompok militan tersebut saat ini memerangi Israel.
Hamas di Gaza di Selatan Israel, Hizbullah menyerang wilayah utara Israel berbatasan dengan Lebanon.
Sementara Houthi jadi momok di perairan Laut Merah hingga membuat sekutu Israel, yakni Amerika Serikat dan Inggris berang.
“Iran adalah kepala gurita dan Anda melihat tentakelnya di mana-mana mulai dari Houthi, Hizbullah, hingga Hamas. Kami sedang berkonflik dengan Iran," ucap Netanyahu dikutip Jerusalem Post.
Dia menggambarkan situasi di mana Israel memerangi proksi Republik Islam Iran di tiga front, yaitu perbatasan selatan dan utara Israel serta di jalur perairannya.
“Bayangkan apa yang bisa dilakukan (Iran) terhadap Timur Tengah, merebutnya, menghancurkan rezim-rezimnya, mengendalikan jalur maritim internasional. Belum lagi ancaman global yang ditimbulkannya," lanjut Netanyahu.
Padahal, menurut dia, saat ini Iran belum memiliki senjata nuklir.
“Bayangkan jika yang dilakukan Iran saat ini, ketika negara tersebut tidak memiliki senjata nuklir. Oleh karenanya, betapa penting kita menghentikan Iran memperoleh senjata nuklir,” kata Netanyahu.
Baca juga: Palestina-Israel Belum Damai, AS Tak Ingin Ada Perang Pakistan-Iran setelah Saling Serang
Netanyahu mengklaim Israel selama 10 tahun terakhir di bawah kepemimpinannya telah berupaya menghambat Iran memproduksi senjata nuklir.
Meski demikian, Netanyahu meyakini bahwa Iran masih bisa berbuat banyak. Namun, ia tak dijelaskan lebih lanjut berkait pernyataannya itu.
“Saya berkewajiban sebagai Perdana Menteri Israel untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, tidak hanya demi keamanan dan keberadaan kita tetapi juga untuk perlindungan seluruh dunia,” tegas Netanyahu.
Lebih dari 10 tahun lalu, memang terjadi pembunuhan terhadap sejumlah ilmuan yang bekerja untuk proyek nuklir Iran.
Situasi tersebut tentu saja membuat otoritas Iran berang dan menganggap pelaku pembunuhan sebagai musuh negara.
Berikut daftar ilmuan nuklir Iran yang dibunuh:
1. Masoud Ali Mohammadi
Pada 12 Januari 2010, Masoud Ali Mohammadi, seorang profesor fisika di Universitas Teheran, terbunuh oleh bom yang dikendalikan dari jarak jauh yang ditanam di sepeda motornya.
Bom tersebut meledak ketika dia meninggalkan rumahnya di Teheran utara untuk berangkat kerja.
Pemerintah menggambarkan Ali Mohammadi sebagai ilmuwan nuklir namun mengatakan dia tidak bekerja untuk Organisasi Energi Atom Iran.
Media pemerintah menyalahkan Israel dan Amerika Serikat atas pembunuhan tersebut.
2. Majid Shariari
Pada 29 November 2010, Profesor Majid Shariari, anggota fakultas teknik nuklir di Universitas Shahid Beheshti di Teheran, tewas dalam mobilnya dalam perjalanan menuju tempat kerja. Istrinya terluka dalam ledakan itu.
Ali Akbar Salehi, kepala Organisasi Energi Atom Iran, mengatakan bahwa Shariari terlibat dalam salah satu proyek nuklir terbesar di negaranya.
Sementara seorang pakar intelijen Barat mengatakan bahwa bahan peledak telah ditanam di kendaraan tersebut sebelumnya dan diledakkan dari jarak jauh.
Media Iran melaporkan bahwa pria yang mengendarai sepeda motor menempelkan bom ke mobil milik Shariari dan ilmuwan lainnya, Fereydoon Abbasi Davani, pada hari yang sama.
Abbasi Davani, penasihat Kementerian Pertahanan dan profesor di Universitas Imam Hossein, dan istrinya terluka dalam ledakan terpisah.
Media lokal menggambarkan Abbasi Davani sebagai salah satu dari sedikit spesialis Iran yang dapat memisahkan isotop, sebuah langkah penting dalam memproduksi uranium yang diperkaya untuk energi nuklir atau untuk membuat bahan bakar untuk senjata nuklir.
Abbasi Davani dijatuhi sanksi oleh PBB pada tahun 2007 karena keterlibatannya dalam penelitian rudal nuklir atau balistik.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad menyalahkan Amerika Serikat dan Israel atas serangan tersebut.
3. Darioush Rezaeinejad
Pada 23 Juli 2011: Darioush Rezaeinejad, seorang insinyur listrik yang bekerja di fasilitas penelitian keamanan nasional, dibunuh oleh dua pria bersenjata yang mengendarai sepeda motor di Teheran.
Media pemerintah awalnya mengidentifikasi pria tersebut sebagai Darious Rezaei, seorang profesor fisika.
Beberapa jam kemudian, media pemerintah menarik kembali dan mengatakan korbannya adalah Darioush Rezaeinejad, seorang mahasiswa elektronik.
Wakil Menteri Dalam Negeri Safarili Baratloo mengaku tidak terlibat dalam program nuklir.
Namun seorang pejabat pemerintah asing dan mantan inspektur nuklir PBB menuduh Rezaeinejad sedang mengerjakan saklar tegangan tinggi, bagian yang diperlukan untuk memulai ledakan yang diperlukan untuk memicu hulu ledak nuklir.
Iran menyalahkan Amerika Serikat dan Israel atas pembunuhan tersebut.
4. Mostafa Ahmadi Roshan
Pada 11 Januari 2012 Mostafa Ahmadi Roshan, lulusan teknik kimia, terbunuh setelah dua orang yang mengendarai sepeda motor memasang bom di mobilnya di Teheran utara.
Roshan dan sopirnya tewas. Dua orang lainnya di lokasi kejadian dilaporkan terluka.
Iran mengidentifikasi Ahmadi Roshan sebagai supervisor di fasilitas Pengayaan Uranium Natanz.
Mereka menganggap Israel dan Amerika bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.
“Bom itu bersifat magnetis dan sama dengan yang sebelumnya digunakan untuk membunuh para ilmuwan, dan karya Zionis (Israel),” kata Wakil Gubernur Teheran, Safarali Baratloo.
Pada Oktober 2017, Iran menjatuhkan hukuman mati kepada tersangka karena diduga memberikan informasi kepada Mossad tentang 30 tokoh penting yang bekerja pada penelitian, proyek militer dan nuklir, termasuk Shariari dan Ali Mohammadi.
5. Mohsen Fakhrizadeh
Pada 27 November 2020 Mohsen Fakhrizadeh, seorang ilmuwan nuklir terkemuka, dibunuh dalam serangan pinggir jalan sekitar 40 mil sebelah timur Teheran.
Intelijen Barat dan Israel telah lama menduga bahwa Fakhrizadeh adalah bapak program senjata nuklir rahasia Iran.
Ia sering dibandingkan dengan J. Robert Oppenheimer, bapak bom atom Amerika.
Dia tidak menonjolkan diri hampir sepanjang kariernya.
Namanya tidak dikenal luas bahkan di Iran hingga ia mendapat sanksi dari PBB pada tahun 2007 dan Amerika Serikat pada tahun 2008.
Rincian serangan itu bervariasi. Kementerian Pertahanan Iran awalnya melaporkan bahwa beberapa pria bersenjata melepaskan tembakan ke mobil Fakhrizadeh.
Namun Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, mengatakan bahwa “peralatan elektronik” yang dipicu oleh remote control membunuh ilmuwan tersebut.
Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan tersebut. Menteri Luar Negeri Javad Zarif mengutuk pembunuhan itu sebagai terorisme.
“Kepengecutan ini—dengan indikasi serius peran Israel—menunjukkan sikap putus asa para pelakunya,” cuitnya. Pada tanggal 30 November, Menteri Intelijen Israel Eli Cohen mengatakan kepada radio lokal bahwa dia tidak mengetahui siapa yang berada di balik serangan tersebut.
Namun seorang pejabat senior pemerintahan AS mengatakan kepada CNN bahwa Israel bertanggung jawab.
(The Iran Primer/ Jerusalem Post)