TRIBUNNEWS.COM - Anggota Partai Komunis Rusia (KPRF) memperingati 100 tahun kematian Vladimir Lenin di depan Mausoleum Lenin di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, pada Minggu (21/1/2024).
Vladimir Lenin adalah pemimpin pertama Uni Soviet pasca Revolusi Bolshevik, yang meninggal pada 21 Januari 1924 di Gorky, Moskow.
Upacara di Lapangan Merah dihadiri oleh pemimpin lama KPRF sekaligus veteran Soviet, Gennady Zyuganov, dan calon presidennya, Nikolay Kharitonov, serta anggota partai terkemuka lainnya.
“Lenin telah pergi ke dunia lain namun selamanya tetap bersama umat manusia, di mana di planet Bumi untuk pertama kalinya ia mencoba membangun sebuah dunia baru di mana tenaga kerja berkuasa, bukan modal,” kata Gennady Zyuganov setelah meletakkan bunga di mausoleum, Minggu.
Mausoleum Vladimir Lenin berisi jasad Lenin yang sudah dibalsem dan tempat itu dibangun pada tahun 1930 di sepanjang tembok Kremlin, menghadap Lapangan Merah.
Orang-orang yang menghadiri peringatan 100 tahun kematian Lenin itu memuji jasa-jasa revolusioner Bolshevik tersebut.
“Dia berperan tidak hanya bagi Rusia, tapi juga bagi seluruh dunia,” kata Nikolai (73) kepada AFP, Minggu.
“Setelah revolusi, seluruh kaum borjuis dunia takut bahwa para pekerjanya juga akan bangkit dan memulai revolusi,” katanya.
Selain itu, menurut Gennady Zyuganov, Mausoleum Vladimir Lenin memiliki makna sakral dan mewakili zaman besar Soviet, dikutip dari CNA.
Ia juga mengingat kemenangan Soviet dalam Perang Dunia II atas Nazi Jerman.
Pejuang Soviet pada masa itu disambut dengan meriah di Lapangan Merah, yang saat ini sejarah tersebut diabaikan oleh sejumlah orang Rusia.
Baca juga: Episode Simpsons Tide Prediksi Konflik Rusia-Ukraina? Ada Adegan Kebangkitan Soviet dan Lenin
Vladimir Putin Abaikan Peringatan 100 Tahun Kematian Lenin
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengabaikan peringatan 100 tahun kematian Lenin yang digelar oleh Partai Komunis Rusia (KPRF).
Gennady Zyuganov mengatakan Kremlin tidak mengakui peringatan itu karena Putin menganggap Lenin adalah penyebab masalah di Ukraina.
Pada awal invasi Rusia ke Ukraina, Putin berpendapat, Lenin bersalah karena membagi Kekaisaran Rusia menjadi negara-negara kecil seperti Ukraina, dan membentuk Uni Soviet setelah Revolusi Bolshevik.
Menurutnya, hal itu adalah "bom waktu" yang memudahkan negara-negara itu untuk memisahkan diri dari Uni Soviet setelah keruntuhannya pada tahun 1991.
Di sisi lain, Putin justru membela Joseph Stalin, penerus Lenin yang memimpin Uni Soviet hingga berhasil mengalahkan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Menurut Putin, Stalin adalah pemimpin yang berani dan menyingkirkan semua lawan politiknya dalam teror selama bertahun-tahun.
“Jika kita mengambil contoh operasi militer khusus di Ukraina, kita melihatnya dengan jelas," kata Gennady Zyuganov kepada EFE.
"Semakin mereka (pemerintahan Putin) mengkritik Lenin mengenai Ukraina, semakin jelas bahwa cara yang dia pilih untuk menyelesaikan masalah tersebut lebih efektif dibandingkan cara yang sekarang,” lanjutnya.
Sementara itu, seorang wanita yang lahir pada masa Uni Soviet membandingkan pemerintahan Uni Soviet dengan Rusia saat ini.
“Saya lahir tahun 1949. Kami yang hidup di bawah sosialisme membandingkannya dengan kehidupan saat ini dan tidak ada bandingannya. Dulu kita kemana-mana nyanyi, sekarang semua orang terhipnotis lewat telepon. Lagi pula, Putin sekarang membatasi kebebasan kita,” kata Lida sambil menangis.
Saat ini jasad Lenin dibalsem kembali setiap 18 bulan sekali untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh waktu.
TASS mengatakan hanya 23 persen dari jasad Lenin yang masih utuh, yang ditempatkan di sarkofagus kaca dengan suhu tetap 16 derajat Celcius.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)