TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Israel menyamar sebagai perempuan sipil dan petugas medis saat menyerbu sebuah rumah sakit di Tepi Barat yang diduduki, Selasa (30/1/2024).
Tiga warga Palestina tewas dalam serangan dramatis yang menggarisbawahi betapa kekerasan mematikan telah meluas ke wilayah tersebut akibat perang di Gaza.
PBB mengeluarkan pernyataan tegas setelah apa yang digambarkannya sebagai “eksekusi di luar hukum yang direncanakan” terhadap tiga pria Palestina di Rumah Sakit Ibnu Sina di Kota Jenin, Tepi Barat yang diduduki, Selasa.
Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengatakan, Israel harus memberikan pertanggungjawaban atas semua penggunaan kekuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh pasukannya.
“Pembunuhan di luar hukum terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki oleh pasukan Israel harus segera diakhiri," kata kantor hak asasi manusia PBB, Rabu (31/1/2024), dikutip dari Al Jazeera.
Menurut PBB, warga Israel menyamar dan membunuh seorang anak berusia 18 tahun saat dia terbaring di ranjang rumah sakit, di mana dia 'setengah lumpuh' dan menerima perawatan setelah serangan udara Israel pada bulan Oktober 2023.
Pihak Israel juga membunuh saudara laki-laki pasien, berusia 23 tahun, dan seorang pria berusia 27 tahun.
PBB mengingatkan Israel dalam pernyataannya bahwa berdasarkan hukum internasional, “senjata api hanya boleh digunakan jika benar-benar diperlukan dan untuk mencegah ancaman terhadap nyawa atau cedera serius”, kalau tidak berarti itu melanggar hukum.
Diduga Pembunuhan yang Ditargetkan
Diberitakan AP News, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan pasukan Israel melepaskan tembakan di dalam Rumah Sakit Ibnu Sina di Kota Jenin, Tepi Barat.
Seorang juru bicara rumah sakit mengatakan tidak ada baku tembak, yang mengindikasikan bahwa ini adalah pembunuhan yang ditargetkan.
Baca juga: Israel Butuh Perang Selama 18 Bulan Lagi untuk Mencapai Tujuan di Gaza, Kata Mantan Intelijen Israel
Militer Israel mengatakan para militan menggunakan rumah sakit tersebut sebagai tempat persembunyian, tapi tanpa memberikan bukti.
Rekaman kamera keamanan dari rumah sakit menunjukkan sekitar selusin pasukan yang menyamar, kebanyakan dari mereka bersenjata, mengenakan jilbab, pakaian rumah sakit, atau jas dokter berwarna putih.
Satu orang terlihat membawa senapan di satu tangan dan kursi roda terlipat di tangan lainnya.
Sebelumnya, Israel mendapat kecaman keras atas penggerebekannya terhadap rumah sakit di Gaza.
Pasalnya, rumah sakit itu telah merawat puluhan ribu warga Palestina yang terluka dalam perang dan menyediakan tempat perlindungan penting bagi para pengungsi.
Sistem layanan kesehatan di Gaza, yang sudah lemah sebelum perang, berada di ambang kehancuran, terpuruk karena banyaknya pasien serta kekurangan bahan bakar dan kebutuhan medis.
Hal itu karena pembatasan yang dilakukan Israel dan pertempuran di dalam dan dekat fasilitas kesehatan tersebut.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan pasukan Israel menggerebek Rumah Sakit Al-Amal pada hari Selasa di kota Khan Younis di Gaza selatan, tempat sekitar 7.000 pengungsi berlindung.
Israel mengatakan Hamas menggunakan rumah sakit sebagai perlindungan.
Militer Israel juga mengatakan mereka telah menemukan terowongan bawah tanah di sekitar rumah sakit dan menemukan senjata serta kendaraan yang digunakan dalam serangan 7 Oktober di halaman rumah sakit.
Sebagai informasi, perang di Gaza dimulai ketika ratusan militan Hamas menyerbu Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 lainnya.
Lebih dari 100 orang dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu pada bulan November dengan imbalan 240 warga Palestina yang sebelumnya dipenjarakan oleh Israel.
Baca juga: Israel akan Menduduki Gaza Setelah Perang Kata Yoav Gallant, Usir Warganya, Jadikan Pemukiman Yahudi
Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 26.700 orang di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas.
Penghitungan kementerian tidak membedakan antara pejuang dan warga sipil, namun disebutkan sekitar dua pertiga dari korban tewas adalah perempuan dan anak di bawah umur.
Perang tersebut telah meratakan sebagian besar wilayah pesisir kecil tersebut, menyebabkan 85 persen penduduknya mengungsi, dan menyebabkan seperempat penduduknya mengalami kelaparan.
(Tribunnews.com/Nuryanti)