TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menganggap Israel terlalu banyak membunuh warga sipil di Jalur Gaza.
Menurut Blinken, Israel tidak bisa menjadikan serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023 sebagai dalih untuk melakukan “dehumanisasi” terhadap warga sipil.
Oleh karena itu, Blinken mengatakan negara Yahudi itu harus mengurangi korban warga sipil di Gaza.
Pernyataan itu dilontarkan Blinken saat konferensi pers di Tel Aviv, Israel, pada hari Rabu, (7/2/2024).
Saat ini hubungan Israel dan AS terus merenggang karena Israel terus berperang melawan Hamas dan menolak usulan gencatan senjata.
Sementara itu, hasil survei belakangan ini menunjukkan bahwa dukungan warga Arab-Amerika terhadap calon presiden dari Partai Demokrat menurun.
Elektabilitas Joe Biden yang berstatus sebagai petahana kini berada di bawah calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump.
“Serangan itu tidak bisa menjadi alasan untuk mendehumanisasi lainnya,” kata Blinken merujuk kepada serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023, dikutip dari Russia Today.
Pejabat tinggi AS itu mengatakan sebagian warga Gaza tidak punya kaitan dengan serangan Hamas.
“Keluarga di Gaza yang keberlangsungan hidupnya bergantung pada penyaluran bantuan dari Israel sama seperti keluarga kita,” ujar dia.
“Mereka adalah ibu, ayah, dan anak yang ingin hidup layak, mengirim anak mereka ke sekolah, memiliki kehidupan normal. Dan kita tidak bisa, kita tidak boleh melupakan hal itu.”
Baca juga: Populer Internasional: Tentara Israel Kabur Lihat Rekannya Ditembak - Arab Saudi Mulai Keras ke AS
Blinken menegaskan bahwa AS terus menekan Israel agar “menguatkan perlindungan terhadap warga sipil”.
Dia turut memperingatkan bahwa korban sipil sudah terlalu banyak.
“Jumlah korban jiwa per hari akibat operasi militer [Israel] terhadap warga sipil tak berdosa tetap terlalu tinggi,” kata Blinken.
Saat ini korban jiwa akibat serangan Israel di Gaza telah mencapai hampir 28.000 orang.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Selain itu, menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pengungsi Palestina, ada lebih dari seperempat warga Gaza yang menghadapi bencana kelaparan.
AS mengirimkan bantuan militer ke Israel dan telah berjanji mendukung negara itu dalam perang melawan Hamas.
Namun, melonjaknya jumlah korban sipil dan penolakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap solusi dua negara telah memperburuk hubungan Israel dengan pemerintah AS di bawah Joe Biden.
AS menganggap pendirian negara Palestina sangat penting untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Selain itu, adanya negara Palestina juga akan memastikan Arab Saudi mengakui kedaulatan Israel.
Pemerintahan Biden telah menjadikan kesepakatan damai antara Arab Saudi dan Israel sebagai tujuan penting dalam kebijakan luar negeri AS.
Baca juga: Perang Sengit di Gaza: Hamas Hancurkan Tank Merkava, Selusin Tentara Israel Terluka 24 Jam Terakhir
Di sisi lain, Netanyahu tetap keras kepala. Dia menolak solusi dua negara yang disarankan AS.
Dia menginginkan adanya “kontrol keamanan total dari Israel atas seluruh wilayah di barat Yordania”.
Adapun Blinken pada hari Rabu menegaskan bahwa AS ingin Israel berkomitmen pada jalan yang “konkret, terikat waktu, dan tak bisa diubah” yang menuju kepada pendirian negara Palestina.
Sementara itu, dalam konferensi pers, Netanyahu kembali mengatakan penolakannya atas usulan gencatan senjata dari Hamas.
Dia menyebut tidak ada solusi lain selain kemenangan mutlak atas Hamas.
Tatkala berkunjung ke Israel, Blinken berujar kepada Presiden Israel Isaac Herzog bahwa ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan agar gencatan senjata bisa terwujud.
Blinken mengatakan AS kini berfokus menyelesaikan pekerja tersebut.
(Tribunnews/Febri)