Israel meminta kota tenda ini didirikan sebelum invasi darat (ground operation) ke Rafah di Jalur Gaza bagian selatan, yang sudah didahului oleh serangan udara IDF yang menewaskan ratusan warga Palestina.
Proposal itu, yang diajukan kepada Mesir dalam beberapa hari terakhir, muncul ketika pemerintahan Presiden AS Joe Biden memperingatkan Israel agar tidak memasuki Rafah tanpa strategi untuk melindungi warga sipil.
"Operasi militer di Rafah tidak boleh dilanjutkan tanpa rencana yang kredibel untuk memastikan keselamatan dan dukungan bagi lebih dari satu juta orang yang berlindung,” kata Presiden Biden pada Senin (12/2/2024).
Media AS, The Wall Street Journal, mengatakan Israel mengajukan proposal tersebut ke Mesir setelah Mesir menolak upaya Israel untuk melakukan operasi militer di Rafah.
Mesir mengatakan operasi militer di Rafah akan mengakibatkan dampak yang mengerikan.
Lebih dari satu juta warga Palestina berada di Rafah setelah mengungsi dari berbagai wilayah di Jalur Gaza.
"Usulan evakuasi Israel mencakup pendirian 15 tempat perkemahan yang masing-masing berkapasitas sekitar 25.000 tenda di bagian barat daya Jalur Gaza," kata para pejabat Mesir.
Para pejabat menjelaskan Mesir akan bertanggung jawab untuk mendirikan kamp-kamp tersebut, dan fasilitas-fasilitas di dalamnya, termasuk rumah sakit lapangan serta fasilitas air dan sanitasi sementara.
"Mesir akan bertanggung jawab mendirikan kamp dan rumah sakit lapangan," lanjutnya.
Baca juga: Serangan di Rafah Bukti Baru Israel Telah Melanggar Hukum Internasional, Bom Ciptakan Cekungan Besar
Mesir tidak berkomentar secara terbuka mengenai usulan Israel tersebut, sementara Kantor Perdana Menteri Israel menolak mengomentari rencana tersebut.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan lebih dari 100 orang tewas dalam serangan di Rafah pada Senin (12/2/2024) malam.
Serangan udara itu menghancurkan Masjid Al-Huda di kamp Yibna, dan Masjid Al-Rahma di kamp Shabura, serta 14 rumah tempat tinggal di beberapa wilayah di kota tersebut.
(oln/memo/wsj/*)