TRIBUNNEWS.COM - Pada Selasa (13/2/2024), Tiongkok mendesak Israel untuk menghentikan invasi di kota Rafah, Gaza, Palestina sesegera mungkin.
Beijing memperingatkan akan ada bencana kemanusiaan yang serius di Rafah jika operasi militer Israel tidak berhenti.
China pun mendesak Israel melakukan segala upaya untuk menghindari jatuhnya korban sipil yang tidak bersalah.
"Tiongkok mengikuti dengan cermat perkembangan di kawasan Rafah, menentang dan mengutuk tindakan yang merugikan warga sipil dan melanggar hukum internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Arabiya.
Israel makin menghadapi tekanan internasional yang meluas untuk menyetujui gencatan senjata dengan Hamas.
Pada Senin (12/2/2024), Israel melancarkan serangan dini hari di kota Rafah setelah menolak persyaratan gencatan senjata Hamas pekan lalu.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu memuji operasi tersebut sebagai operasi yang “sempurna”.
Selain China, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah memperingatkan Israel agar tidak melakukan serangan darat ke Rafah tanpa rencana untuk melindungi warga sipil, yang mengatakan mereka tidak punya tempat tujuan lagi.
Netanyahu memerintahkan tentaranya untuk bersiap mengusir 1,3 juta warga sipil yang mengungsi di Rafah, Gaza, Palestina.
Kantor Netanyahu mengatakan Perdana Menteri meminta para pejabat militer untuk “menyerahkan kepada kabinet rencana gabungan untuk mengevakuasi penduduk dan menghancurkan batalyon” militan Hamas yang bersembunyi di Rafah, Jumat (9/2/2024).
Invasi yang direncanakan Netanyahu di Rafah telah menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia, bahkan Washington, D.C.
Baca juga: PMI Telah Menyalurkan Bantuan di Wilayah El Arish dan Rafah Gaza
Setelah mendengar Netanyahu bersiap menyerang, warga Palestina berseru bahwa mereka sudah tidak punya tempat lagi untuk kabur.
"Kami tidak tahu ke mana harus pergi," kata Mohammad al-Jarrah, seorang warga Palestina yang mengungsi dari utara ke Rafah, dikutip dari Al Arabiya.
Sejak perang Israel dengan kelompok Hamas meletus 7 Oktober, Rafah telah menjadi tempat pertahanan terakhir bagi pengungsi Palestina.