Maka, rancangan teks AS “menetapkan bahwa dalam kondisi saat ini, serangan darat besar-besaran ke Rafah akan mengakibatkan kerugian lebih lanjut terhadap warga sipil dan pengungsian lebih lanjut termasuk kemungkinan ke negara-negara tetangga”.
Draf itu juga menggarisbawahi bahwa serangan darat besar-besaran seperti itu tidak boleh dilakukan dalam kondisi saat ini.
Meski menuntut pembebasan semua tawanan Hamas, resolusi dari Aljazair tidak secara eksplisit mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober.
Namun ada juga kesamaan antara kedua dokumen resolusi tersebut, yaitu keduanya sama-sama mengambil sikap menentang pemindahan paksa warga Palestina keluar dari Gaza.
Rancangan resolusi AS dengan demikian secara resmi menolak tindakan apa pun yang dilakukan pihak mana pun yang mengurangi wilayah Gaza, baik sementara maupun permanen, termasuk melalui pembentukan zona penyangga secara resmi atau tidak resmi, serta penghancuran infrastruktur sipil secara luas dan sistematis.
Mereka juga mengutuk seruan beberapa menteri Israel agar pemukim Yahudi pindah ke Gaza dan menolak segala upaya perubahan demografis atau teritorial di Gaza yang akan melanggar hukum internasional.
Sebuah resolusi DK PBB memerlukan setidaknya sembilan suara setuju (dari 15 anggota), dan tidak ada veto dari Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Rusia atau China.
Sebuah sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa teks AS juga tidak mungkin lolos dalam kondisi saat ini.
Ada risiko tinggi bahwa teks apa pun yang diajukan AS ke DK PBB akan mendapat veto dari Rusia.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)