Saat itu Nestle berdalih penutupan dilakukan untuk menjaga keselamatan kolega dan karyawannya.
Dampak boikot akibat dukungan terhadap Israel juga dirasakan restoran cepat saji asal Amerika, McDonald's.
Pada awal Februari, McDonald's melaporkan gagal mencapai target penjualan untuk pertama kalinya dalam hampir empat tahun pada kuartal terakhir.
Hal ini disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan penjualan di cabang Timur Tengah, buntut gelombang boikot yang dipicu dukungan cabang Israel terhadpa pasukan Zionis.
CEO McDonald's, Chris Kempczinski, sendiri mengakui cabang di Timur Tengah dan beberapa kawasan lainnya mengalami "dampak nyata" akibat perang di Gaza.
Sebagai informasi, menurut situs bdnaash.com, Unilever, Nestle, dan McDonald's merupakan salah satu penyokong pendudukan Israel di tanah Palestina.
Hingga saat ini, setidaknya ada 29.410 warga Palestina di Gaza yang tewas akibat serangan Israel.
Baca juga: Daftar Produk Israel dan Pendukung Zionis dalam Genosida di Gaza Palestina, Kini Diboikot
Sementara itu, 69.465 lainnya mengalami luka.
Serangan Israel tanpa henti selama lebih dari empat bulan telah meratakan sebagian besar wilayah pesisit Gaza.
Kondisi itu menyebabkan warga Palestina di Gaza yang berjumlah sekitar 2,4 juta jiwa berada di ambang kelaparan, menurut PBB.
Kewaspadaan telah berpusat di kota Rafah di bagian paling selatan Gaza, dimana lebih dari 1,4 juta orang kini tinggal di tempat penampungan yang padat dan tenda-tenda darurat yang rentan terhadap penyakit.
Israel telah memperingatkan jika Hamas tidak membebaskan sisa sandera yang ditahan di Gaza pada awal Ramadan, maka mereka akan terus berperang selama bulan suci umat Islam, termasuk di Rafah.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)