TRIBUNNEWS.COM - Iran tengah menggelar pemilu, kurang dari dua tahun semenjak protes anti-pemerintah terkait kematian Mahsa Amini.
Pemilu yang digelar pada hari Jumat (1/3/2024) ini, dipandang sebagai ujian penting terhadap legitimasi dan dukungan nasional terhadap kepemimpinan Iran.
Namun jumlah pemilih diperkirakan rendah, dilansir BBC.com.
Sikap apatis pemilih masih tinggi menyusul masa kerusuhan setelah kematian perempuan muda Mahsa Amini (22) yang ditahan oleh polisi moral karena mengenakan jilbab dengan tidak benar.
Lebih dari 61,2 juta orang memiliki hak memilih.
Dua pemungutan suara terpisah dilaksanakan pada hari Jumat, satu untuk memilih anggota parlemen berikutnya, dan satu lagi untuk memilih anggota Majelis Ahli.
Majelis tersebut memilih dan mengawasi tokoh dan panglima tertinggi Iran, pemimpin tertinggi, yang membuat keputusan penting mengenai isu-isu penting masyarakat, seperti kebebasan sosial dan kondisi ekonomi.
Pada hari Kamis (29/2/2024), Pemimpin Tertinggi Iran saat ini Ayatollah Ali Khamenei mendorong para pemilih untuk memberikan suara mereka.
Khamenei telah menjabat posisi tersebut selama lebih dari tiga dekade.
"Menahan diri untuk tidak memberikan suara tidak akan menyelesaikan apa pun," katanya.
Menjelang pemilu, media pemerintah berusaha mendorong pemungutan suara dan membangun antusiasme dengan menayangkan belasan acara khusus pemilu dan menciptakan saluran-saluran baru untuk memberikan waktu tayang bagi para kandidat.
Baca juga: Minim Peluang Perubahan, Partisipasi Pemilu di Iran Menciut
Namun, tingkat partisipasi pemilih diperkirakan rendah.
Lembaga pemungutan suara yang terkait dengan negara memperkirakan hanya 41 persen pemilih yang berpartisipasi dalam pemilihan parlemen.
Jika angka itu akurat, maka ini akan menjadi jumlah pemilih terendah dalam 12 pemungutan suara terakhir.
Banyak warga Iran yang enggan untuk memilih - atau memilih untuk tidak memilih - akibat protes massal pada tahun 2022, yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Tindakan keras Iran terhadap pengunjuk rasa menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka.
Banyak yang ditangkap dan dipenjara.
Dalam beberapa kasus, mereka bahkan menerima hukuman mati.
Sejak itu, suasana politik dan sosial Iran menjadi lebih represif dan masyarakat semakin tidak puas terhadap pemerintah.
Tahun ini, sejumlah 15.200 kandidat disetujui untuk mencalonkan diri untuk 290 kursi dalam pemilihan parlemen.
Namun hanya 30 yang berasal dari kubu reformis.
Kaum reformis menyebut pemilu tersebut sebagai "tidak berarti, tidak kompetitif, tidak adil, dan tidak efektif dalam penyelenggaraan negara".
Pada hari Kamis, juru bicara AS Matthew Miller mengatakan sejumlah besar warga Iran tidak berharap bahwa pemilu akan berlangsung bebas dan adil.
“Dunia telah lama mengetahui bahwa sistem politik Iran memiliki sistem administratif, peradilan dan pemilu yang tidak demokratis dan tidak transparan,” tambahnya.
Tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 08:00 waktu setempat (11.00 WIB) dan diperkirakan akan tetap dibuka selama 10 jam kemudian.
Dalam beberapa kasus pada pemilu sebelumnya, waktu pemungutan suara diperpanjang hingga tengah malam.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)