TRIBUNNEWS.COM - Margarita Simonyan, pemimpin redaksi RT dan Rossiya Segodnya, grup media induk Sputnik, merilis transkip rekaman audio yang diduga berisi diskusi empat perwira senior Jerman tentang rencana serangan di jembatan Krimea.
Jembatan Krimea adalah jalur penghubung Krimea dengan Rusia, yang dibangun setelah Vladimir Putin menganeksasi Semenanjung Krimea pada tahun 2014.
Empat perwira Jerman tersebut termasuk Brigadir Jenderal Frank Grafe, kepala departemen operasi dan latihan di Komando Angkatan Udara di Berlin; Inspektur Angkatan Udara Ingo Gerhartz; dan dua pegawai pusat operasi udara Bundeswehr Komando Luar Angkasa.
Publikasi tersebut mengatakan adanya pemindahan 100 rudal Taurus ke Ukraina dalam dua gelombang diizinkan oleh seorang inspektur Angkatan Udara Bundeswehr yang terlibat dalam diskusi tersebut.
“Kita perlu membayangkan bahwa mereka (Ukraina) dapat menggunakan pesawat yang dilengkapi dengan rudal Taurus dan Storm Shadow. Inggris ada di sana dan melengkapi pesawat tersebut. Sistemnya tidak jauh berbeda dan dapat digunakan untuk Taurus juga,” bunyi transkip percakapan tersebut.
Inggris sebelumnya telah mengirimkan rudal Storm Shadow untuk Ukraina, yang diklaim mampu menempuh jarak sekitar 250 km.
Percakapan itu diduga terjadi pada 19 Februari 2024.
Menurut transkip yang diterbitkan Margarita Simonyan, emungkinan serangan dengan rudal tersebut menggunakan pesawat tempur Dassault Rafale.
Seorang dari perwira itu mengatakan setelah rudal Taurus dikirim ke Ukraina, rudal itu akan beroperasi dalam waktu delapan bulan.
Namun, perwira lainnya ragu soal efektivitas serangan di jembatan Krimea dan mempertanyakan jumlah rudal yang dibutuhkan.
Seorang perwira menjawab Ukraina mungkin membutuhkan 10-20 rudal.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-738: Belanda Janji Kirim 800.000 Peluru Artileri ke Kyiv
Jerman Tolak Kirim Rudal Taurus ke Ukraina
Sebelumnya, Kanselir Jerman, Olaf Scholz, secara konsisten menyatakan penolakannya terhadap pasokan tersebut.
“Ini adalah senjata jarak jauh, dan apa yang dilakukan Inggris dan Prancis dalam hal penargetan dan dukungan penargetan tidak dapat dilakukan di Jerman,” kata Olaf Scholz, Senin (26/2/2024), dikutip dari The Guardian.
Militer Jerman, dalam sebuah dokumen yang diterbitkan oleh Margarita Simonyan, membicarakan masalah ini dengan perwira lainnyamengatakan bahwa tidak ada yang tahu mengapa Kanselir Jerman memblokir pasokan ini.