TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 600 pekerja Google menandatangani surat yang ditujukan kepada pimpinan pemasaran Google yang menuntut agar mereka membatalkan sponsorship Mind the Tech.
Mind the Tech merupakan konferensi tahunan yang mempromosikan industri teknologi Israel.
Konferensi ini berlangsung di New York pada Senin (4/3/2024) hingga Selasa (5/3/2024).
“Mohon menarik diri dari Mind the Tech, menyampaikan permintaan maaf, dan mendukung Googler serta pelanggan yang putus asa atas banyaknya korban jiwa di Gaza; kami membutuhkan Google untuk berbuat lebih baik,” demikian isi surat tersebut yang dilihat oleh WIRED.
Acara dua hari ini dimulai pada hari Senin dengan serangkaian presentasi yang berfokus pada industri, dan diakhiri pada hari Selasa dengan pesta malam.
Mind the Tech bertujuan menyoroti ketahanan industri teknologi Israel, terutama dalam menghadapi kemerosotan ekonomi Israel sejak 7 Oktober.
Pada hari Senin, pidato Barak Regev, direktur pelaksana Google Israel di konferensi tersebut, diinterupsi oleh seorang insinyur perangkat lunak Google Cloud.
Insinyur itu berteriak bahwa karyanya tidak boleh digunakan untuk tujuan pengawasan dan genosida.
Ia ikut menginterupsi acara tersebut dengan seorang penyelenggara yang tergabung dalam kelompok anti-Zionis Israel, Shoresh dan Jewish Voices for Peace.
Google adalah sponsor “emas” dari Mind the Tech, menurut situs konferensi tersebut.
Zelda Montes, seorang insinyur perangkat lunak di YouTube yang menghadiri protes pada hari Senin di luar konferensi, mengatakan kepada WIRED bahwa solidaritas pekerja sangat penting dalam konteks "teknologi AI Israel yang digunakan dalam pengawasan dan genosida terhadap rakyat Palestina."
Baca juga: Bos Google Tutup Layanan AI Gemini, Ungkap Permintaan Maaf Akibat Tak Akurat Tampilkan Foto
Surat internal yang menentang partisipasi Google dalam Mind the Tech pertama kali dibagikan di dalam Google pada tanggal 29 Februari.
Surat tersebut ditulis bersama oleh beberapa penyelenggara No Tech for Apartheid dan pihak lainnya.
No Tech for Apartheid adalah kelompok kampanye yang menyerukan diakhirinya Project Nimbus, kontrak komputasi awan Israel senilai $1,2 miliar.
No Tech for Apartheid menyebut bahwa ketentuan kontrak Nimbus memungkinkan teknologi cloud dari perusahaan AS, termasuk alat kecerdasan buatan, digunakan untuk tujuan militer Israel.
Dokumen yang diperoleh The Intercept menunjukkan bahwa alat Project Nimbus dapat digunakan untuk pengawasan, yang merupakan aspek integral dari pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Surat yang menyerukan Google untuk membatalkan hubungannya dengan Mind the Tech didistribusikan melalui milis internal karyawan yang didedikasikan untuk membahas kontrak perusahaan yang dianggap tidak etis oleh beberapa pekerja, serta beberapa milis untuk karyawan Google yang Muslim, Arab, dan anti-Zionis.
Surat itu ditandatangani oleh karyawan tetap Google serta karyawan sementara, vendor, dan kontraktor.
Surat tersebut juga menyoroti kampanye pemboman besar-besaran pemerintah Israel sejak bulan Oktober dan menyinggung keputusan Mahkamah Internasional baru-baru ini yang menemukan bahwa beberapa tindakan Israel tampaknya dapat masuk dalam ketentuan Konvensi Genosida.
Surat tersebut juga menunjuk pada krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza yang dipicu oleh pemboman dan penghancuran perumahan dan rumah sakit, serta pembatasan bantuan oleh pemerintah Israel ke wilayah tersebut, yang menyebabkan banyak kematian dan cedera.
Sebelumnya pada 2021, tak lama setelah kampanye militer Israel di Gaza, 90 pekerja Google dan 300 pekerja Amazon juga menerbitkan surat terbuka di Guardian yang menentang Proyek Nimbus.
Sementara itu, surat baru yang beredar di dalam internal Google ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap kerja sama perusahaan tersebut dengan pemerintah Israel telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak peristiwa 7 Oktober.
Mohammad Khatami, seorang insinyur perangkat lunak untuk Google yang menandatangani surat tersebut, mengatakan kepada WIRED bahwa prioritas tertinggi bagi pekerja teknologi adalah bagaimana pekerjaan mereka mempengaruhi tidak hanya pengguna tetapi juga orang-orang di lapangan.
“Warga Palestina, yang banyak di antaranya adalah pengguna Google, berada dalam bahaya karena teknologi yang kami produksi,” katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)