News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengapa Amerika Serikat Keluarkan Undang-undang Larangan TikTok?

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo aplikasi TikTok.

TRIBUNNEWS.COM - Mengapa Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang melarang TikTok?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS pada hari Rabu (13/3/2024) menyetujui RUU yang dapat memaksa pemilik aplikasi asal Tiongkok, ByteDance untuk melakukan divestasi.

Dikutip dari laman resmi OCBC, divestasi adalah kebalikan dari investasi, yaitu penarikan dana dari proyek dengan tujuan tertentu.

Undang-Undang Perlindungan Orang Amerika dari Aplikasi Terkendali Musuh Asing disahkan dengan dukungan bipartisan yang luar biasa, menerima 352 suara mendukung, dan hanya 65 suara menentang.

Gedung Putih menyatakan dukungan terhadap RUU tersebut, Al Jazeera melaporkan.

Presiden AS, Joe Biden mengatakan dia akan menandatanganinya jika RUU tersebut telah mendapat persetujuan Kongres.

Sebagian besar anggota DPR berpendapat bahwa TikTok memungkinkan pemerintah Tiongkok mengakses data pengguna dan mempengaruhi warga AS melalui algoritma adiktid dari platform populer tersebut.

Namun, mungkin upaya tersebut tidak akan semulus yang direncanakan.

Gedung Putih harus berhadapan dengan 170 juta pengguna TikTok di AS, serta kelompok kebebasan sipil dan hak-hak digital.

Mereka menyebut bahwa larangan itu akan melanggar kebebasan berpendapat.

Di satu sisi, RUU tersebut masih menghadapi kendala, termasuk persetujuan Senat AS hingga majelis tinggi legislatif AS.

Baca juga: Ada Potensi Keamanan Siber Jika Konsumen Mesti Pindah App Tiktok-Tokopedia

Anggota DPR Mike Gallagher, yang mengetuai House Select Committee on China dan merupakan sponsor utama RUU bipartisan dari Partai Republik, menyatakan bahwa RUU tersebut tidak berarti pelarangan aplikasi berbagi video.

“Apa yang kami kejar adalah, ini bukan larangan, ini pemisahan paksa,” kata Gallagher kepada NPR.

“Pengalaman pengguna TikTok dapat terus berlanjut dan meningkat selama ByteDance bukan pemilik perusahaan tersebut," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini