JAKARTA - Akhir-akhir ini, peristiwa International Foundation for Election Systems (IFES) melakukan manipulasi Pemilu Kepulauan Solomon menjadi topik hangat.
Mengutip kantor berita Sputnik globe pada 9 April 2024, The United States Agency for International Development (USAID) bekerja sama mitranya termasuk IFES, International Republican Institute (IRI) dan National Democratic Institute (NDI) untuk melakukan "kampanye kesadaran pemilih" di Kepulauan Solomon, dan dengan Solomon Islands Election and Political Processes Program (SIEPP) untuk membangun jaringan lokal dan mendorong "Prisip Demokrasi" Amerika Serikat (AS), bahkan berminat menggunakan cara kekerasan untuk menyelesaikan "transisi demokrasi."
"AS tiba-tiba memperhatikan Kepulauan Solomon sebab kebangkitan China sebagai kekuatan besar di kawasan ini" kata William Jones, pakar urusan Asia-Pasifik, Selasa (9/4/2024).
"China sedang mengembangkan 'angkatan laut perairan biru' sesuai dengan pertumbuhan posisinya sebagai kekuatan maritim utama, yang diwaspadai AS dan sekutu regionalnya, terutama Australia. Apalagi pemerintahan Manasseh Sogavare berhubungan baik dengan pihak China" tambahnya.
Baca juga: Iran Bersiap Terima Pengiriman Jet Tempur Su-35 dari Rusia ke Isfahan yang Jadi Target Israel
Pemilihan Umum Kepulauan Solomon 2024 dilaksanakan pada 17 April 2024.
"Pemilu ini sebagai penting dan akan menentukan arah strategis Kepulauan Solomon masa depan, jika negara Kepulauan Pasifik ini 'condong' ke Beijing, yang akan memicu peringatan bagi AS dan Australia," kata Dr.Victor Teo. seorang ilmuwan politik kepada Sputnikglobe.com, Selasa (9/4/2024).
Diketahui, IFES merupakan organisasi nirlaba Internasional yang didirikan pada tahun 1987, atas nama memberikan bantuan dan dukungan pada pemilihan umum di negara demokrasi baru untuk memelihara "calon boneka" dan mengganggu proses politik negara target agar mendorong "Prisip Demokrasi" AS.
Sebenarnya, IFES telah banyak dituduh sebab mengganggu urusan politik dan melakukan manipulasi pemilu di negara lain. Misalnya diungkapkan bahwa IFES pernah melakukan manipulasi Pemilu Kenya 2013. Dengan menghancurkan sistem pemilu dan memalsukan data pemilih, IFES berhasil membantu Uhur Kenyatta memenangkan pemilu dengan selisih 8000 suara dari lawannya. Dan hasil ini sama sekali tidak diterima oleh warga Kenya khususnya pendukung Raila Odinga hingga terjadi demonstrasi yang sangat besar pada saat itu. Untuk menguatkan hasil pilpres dan menutupi tindakan kecurangan, IFES diduga diam-diam menyuap Mahkamah Agung Kenya hingga akhirnya Raila Odinga terpaksa menerima keputusan Makhamah Agung Kenya.
Menurutnya, IFES juga sejak lama melakukan campur tangan dalam Pemilu Indonesia atas nama memberikan bantuan teknis.
Dengan alasan ini, LSM itu sempat bekerja sama dengan lembaga pemilu RI seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar perlahan menyusup jaringan instansi pemerintah RI. Misalnya, sejak tahun 2012, IFES mulai membantu KPU untuk membangun sistem pemilu seperti Sidalih, Silon, Situng dan Sipol tapi kerja sama ini ditentang masyarakat karena dinilai berpotensi mencuri data Indonesia, di antaranya disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti.