TRIBUNNEWS.COM - Mesir membantah laporan media Amerika Serikat (AS), The Wall Street Journal, yang menuduh Mesir membantu memindahkan warga Palestina dari pengungsian di Rafah, Jalur Gaza selatan.
Media itu melaporkan pemindahan itu akan dilakukan dalam 2-3 minggu dengan bantuan AS dan Uni Emirat Arab (UEA).
"Israel akan memperluas zona kemanusiaan di Jalur Gaza sebagai bagian dari persiapan Israel untuk operasi militer di Rafah," lapor Israel Broadcasting Channel, merujuk pada kawasan pengungsi yang baru didirikan di Jalur Gaza tengah, Rabu (24/4/2024).
Rencananya, kawasan pengungsi bagi warga Palestina tersebut akan jauh lebih luas daripada kamp di Al-Mawasi di selatan.
Diperkirakan luasnya sepanjang pantai hingga pinggiran Nuseirat, Jalur Gaza tengah, dan mampu menampung satu juta warga Palestina yang dipindahkan dari Rafah.
Setelah pemindahan warga Palestina yang diperkirakan berjumlah lebih dari 1,4 juta orang, Israel akan meluncurkan serangan besar-besaran di Rafah.
Mengulangi klaim Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, media tersebut mengatakan Rafah adalah benteng terakhir gerakan Palestina, Hamas.
Mesir Bantah Tuduhan Membantu Israel
Kepala Layanan Informasi Negara Mesir, Diaa Rashwan, membantah apa yang dimuat di surat kabar AS bahwa Mesir membantu Israel dalam rencana invasinya ke Rafah.
"Dengan tegas dan dinyatakan beberapa kali oleh para pemimpin politik Mesir, kami menolak total terhadap invasi ini, yang akan menyebabkan pembantaian korban jiwa dalam jumlah besar dan kehancuran yang meluas, selain apa yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza yang menderita selama 200 hari agresi berdarah," katanya, Rabu, dikutip dari Sky News.
Dia juga menjelaskan peringatan Mesir yang berulang kali telah sampai ke pihak Israel sejak Netanyahu mengusulkan gagasan untuk melakukan operasi militer di Rafah.
Baca juga: Citra Satelit, Israel Dirikan Ribuan Tenda di Tengah Gaza, Tentara Israel Bersiap Invasi ke Rafah
Mesir mengkhawatirkan kemungkinan kerugian yang besar terhadap warga Palestina, terutama berpotensi meningkatkan korban jiwa.
Invasi Israel di Rafah akan Dilakukan Secara Bertahap
Media Israel, KAN, mengutip laporan seorang sumber militer Israel yang dirahasiakan namanya, yang mengatakan tentara Israel segera melakukan invasi ke Rafah.
"Tentara sedang mempersiapkan operasi darat di Rafah yang mencakup evakuasi sejumlah besar penduduk Palestina," lapor KAN, mengutip sumber tersebut, Selasa (23/4/2024).
Seorang koresponden militer KAN, Itay Blumental, mengatakan warga Palestina dari Rafah akan dipindah ke kamp pengungsi yang telah didirikan di Jalur Gaza tengah
“Menurut rencana tentara Israel, lebih dari 1 juta warga Palestina di Rafah akan diminta untuk mengevakuasi daerah tersebut ke tempat penampungan yang baru-baru ini didirikan di bagian selatan dan tengah Jalur Gaza,” kata Itay Blumental.
Ia mengatakan serangan Israel ke Rafah akan dilakukan secara bertahap, yang melibatkan pembagian kota menjadi beberapa zona.
"Penduduk di setiap daerah akan diberitahu terlebih dahulu sebelum pasukan Israel masuk, sehingga mereka dapat dievakuasi secara bertahap," katanya.
Israel telah berencana menginvasi Rafah sejak beberapa bulan lalu.
Sekutu dekatnya, AS, menolak rencana tersebut karena khawatir dapat meningkatkan korban jiwa, mengingat ada 1,4 juta warga Palestina yang mengungsi di wilayah itu.
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi 34.151 jiwa dan 77.084 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (24/4/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Xinhua News.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, ada kurang lebih 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, ada lebih dari 8.000 warga Palestina yang berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel