Diawali dengan merasa gagal menghardik serangan Hamas 7 Oktober 2023, Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva meletakkan jabatannya pada Senin (22/4/2024).
Haliva menjadi tokoh senior Israel pertama yang mengundurkan diri menyusul perang di Gaza.
"Haliva meminta untuk menyudahi dinasnya sebagai bentuk tanggung jawab atas kepemimpinannya," ungkap militer dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan itu menambahkan Kepala Staf Militer Israel menerima permintaan pengunduran diri Haliva dan mengucapkan terima kasih atas pengabdiannya.
Pengunduran diri Haliva membuka kemungkinan dampak yang lebih besar di antara para petinggi keamanan Israel atas serangan Hamas.
Namun, keterangan mengenai waktu pengajuan pengunduran diri Haliva tidak jelas.
Meski Haliva dan pihak-pihak lain mengakui kesalahan karena gagal menghentikan serangan Hamas 7 Oktober, pihak lain diam saja, terutama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Lebih jauh, situs berita Axios, media yang berbasis di AS, pada hari Sabtu (20/4/2024) kemarin melaporkan bahwa Gedung Putih berencana menjatuhkan sanksi terhadap Batalion Netzah Yehuda Israel, yang beroperasi di Tepi Barat yang diduduki.
Baca juga: Warming Up Serangan Darat Israel ke Rafah, Brigade Nahal Berkemas Tinggalkan Gaza
Menyusul laporan Axios, media Israel juga mengidentifikasi bahwa Netzah Yehuda menjadi target sanksi Amerika.
Menteri Kabinet Perang Israel, Benny Gantz mengatakan telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan memintanya untuk mempertimbangkan kembali masalah tersebut.
Gantz mengatakan sanksi seperti itu merupakan sebuah kesalahan karena akan merugikan legitimasi Israel selama masa perang.
“Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa Anda akan segera melihat hasilnya," kata Blinken.
"Saya telah mengambil keputusan; Anda dapat berharap untuk melihatnya di hari-hari mendatang," tegasnya.
Seorang pejabat PBB menilai perang dahsyat yang dilakukan Israel telah meninggalkan sekitar 37 juta ton puing di Jalur Gaza.