TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Israel makin terlihat selama perang di Gaza, hal ini juga buntut rencana serangan Israel ke Rafah, Palestina.
Gonjang-ganjing menteri di pemerintahan Benjamin Netanyahu makin memperlihatkan perpecahan.
Ada menteri Israel yang ngotot ingin Rafah diserang, namun ada juga menteri Israel yang ingin prioritas pertukaran tawanan.
Diketahui Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz mengumumkan pada Sabtu (27/4/2024) bahwa rencana operasi militer di Rafah dapat ditangguhkan jika kesepakatan pertukaran tahanan dicapai dengan Hamas.
Katz memberikan pernyataan itu untuk menanggapi video yang dirilis oleh Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas.
Dalam video yang dirilis Hamas, menampilkan dua tawanan Israel yang menyerukan kesepakatan untuk menjamin pembebasan mereka.
Senada dengan itu, pemimpin oposisi Israel Yair Lapid menyuarakan dukungan untuk memprioritaskan kesepakatan pertukaran tahanan dibandingkan melanjutkan perang di Gaza, mengutip Anadolu Agency.
Namun, menteri sayap kanan Israel, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, ngotot ingin Israel memborbadir Rafah.
Bahkan menteri Israel tersebut mengancam akan menggulingkan pemerintahan Netanyahu, kecuali serangan terhadap Rafah terus berlanjut.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel KAN, Smotrich dan Ben-Gvir memperingatkan untuk mundur dari pemerintahan jika invasi darat ke Rafah tidak terjadi, mengutip Palestine Chronicle.
Diketahui Rafah telah menjadi tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari 1,4 juta warga Palestina setelah mereka mengungsi dari Jalur Gaza bagian utara dan tengah dalam upaya untuk menghindari perang genosida Israel.
Update Korban di Gaza
Israel masih terus melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Serangan brutal itu mengakibatkan banyak warga sipil di Gaza jadi korban.
Lebih dari 34.400 warga Palestina telah terbunuh termasuk anak-anak, wanita dan lansia, mengutip Anadolu Agency.
Dan ribuan lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.
Lebih dari enam bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur.
Hal itu mendorong 85 persen penduduk daerah kantong tersebut mengungsi di tengah blokade makanan, air bersih dan obat-obatan yang melumpuhkan, menurut PBB.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)